Ecobiz.asia – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengambil alih pengawasan lingkungan di kawasan Puncak, Jawa Barat, setelah menilai pemerintah daerah gagal menjalankan fungsi pengawasannya.
Langkah ini diambil menyusul maraknya pelanggaran izin lahan yang berdampak pada kerusakan lingkungan dan meningkatnya risiko bencana banjir di wilayah hilir.
“Ketika pemerintah daerah tidak melakukan pengawasan, maka kementerian berkewajiban untuk melakukannya,” ujar Deputi Penegakan Hukum KLH, Inspektur Jenderal Polisi Rizal Irawan, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (9/5/2025).
Baca juga: KLH Perintahkan 13 Perusahaan Bongkar Bangunan di Puncak, Sebut Ancaman Serius terhadap Lingkungan
Berdasarkan Pasal 511 ayat (2) Peraturan Pemerintah Tahun 2021, pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi berupa paksaan tanpa perlu mengeluarkan teguran tertulis jika ditemukan pelanggaran yang mengancam keselamatan lingkungan.
Salah satu temuan mencolok KLH adalah perluasan lahan oleh sejumlah pelaku usaha tanpa izin tambahan. Rizal mencontohkan kerja sama operasional (KSO) di wilayah PTPN I Regional II yang seharusnya hanya seluas 160 hektare, namun digunakan hingga 350 hektare.
“Ada kelebihan luasan dan penambahan kegiatan yang tidak sesuai izin,” katanya.
Akibat pelanggaran tersebut, KLH menjatuhkan sanksi administratif kepada 13 perusahaan dan pihak terkait.
Mereka diberi waktu 30 hari untuk membongkar bangunan secara mandiri dan 180 hari untuk melakukan pemulihan lingkungan.
KLH juga menegaskan bahwa izin-izin yang dikeluarkan pemerintah daerah namun tidak sesuai dengan tata ruang harus dicabut. “Tidak ada izin di atas izin,” tegas Rizal.
Ke-13 pihak yang dikenai sanksi antara lain CV Mega Karya Anugrah, PT Banyu Agung Perkasa, PT Tiara Agro Jaya, PT Taman Safari Indonesia, CV Sakawayan Sakti, PT Pelangi Asset International, PT Farm Nature and Rainbow, CV Al-Ataar, PT Panorama Haruman Sentosa, PT Bobobox Aset Manajemen, PT Prabu Sinar Abadi, CV Regi Putra Mandiri, serta Juan Felix Tampubolon.
Baca juga: Kasus Arang Mangrove Ilegal: Gakkum Kemenhut Limpahkan Tersangka PT AMP ke Kejari Batam
KLH menyatakan bahwa jika sanksi administratif tidak dipatuhi, proses hukum akan ditempuh. Pemerintah membuka ruang penyelesaian di pengadilan, namun sanksi tetap harus dijalankan sejak keputusan diterima.
Bila diabaikan, sanksi pidana dapat diberlakukan sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Langkah penegakan hukum ini, menurut KLH, mengedepankan prinsip ultimum remedium—bahwa sanksi pidana adalah upaya terakhir setelah pendekatan administratif dan pemulihan lingkungan. Pemerintah juga menekankan penerapan prinsip polluter pays, yakni bahwa pihak yang mencemari wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan. ***