MORE ARTICLES

Pembukaan Hutan untuk Pangan dan Energi, Pakar UGM Sampaikan Rekomendasi

MORE ARTICLES

Ecobiz.asia – Pemerintah berencana membuka lahan pangan seluas kurang lebih 20 juta hektar. 

Hal ini dilontarkan oleh Menteri Kehutanan RI, Raja Juli Antoni, usai bertemu Presiden Prabowo Subianto beberapa wkatu lalu.

Wacana tersebut menimbulkan berbagai beragam reaksi dari masyarakat. 

Para pakar di UGM sepakat menyampaikan rekomendasi bahwa hingga saat ini belum ada urgensi bagi pemerintah untuk membuka lahan baru secara besar-besaran. 

Baca juga: Hutan Cadangan Pangan dan Energi, Menhut Jelaskan Jelaskan Soal Tumpang Sari dan Agroforestri

Meski kebijakan tersebut bertujuan untuk membuka ketersediaan sumber pangan. Sebaliknya, meminta pemerintah untuk memperbaiki sistem pertanian yang ada saat ini yang dinilai belum belum optimal.

Hal itu mengemuka dalam seminar Pemikiran Bulaksumur yang yang diselenggarakan oleh Dewan Guru Besar UGM yang bertajuk “Debat, Dilema, dan Solusi Kebijakan 20 Juta Hektar Hutan untuk Pangan,” Kamis (16/01/225).

Pemerhati kebijakan sosial ekonomi pertanian, Prof. Subejo, menyebutkan banyak faktor yang mempengaruhi stabilitas produksi pangan yang terganggu karena tidak efisiennya penggunaan pupuk, peralatan pertanian masih terbatas, hingga masih minimnya irigasi pertanian.

Selain itu, kondisi sektor pertanian dihadapkan pada persoalan rata-rata petani yang semakin menua dan tidak banyak anak muda yang tertarik dan berminat menjadi petani. 

“Tugas yang harus dilakukan pemerintah adalah mendorong masyarakat Indonesia usia muda untuk masuk ke dunia pertanian untuk regenerasi,” paparnya

Tidak hanya itu, kata Subejo, tingkat kompetensi SDM petani masih rendah dikarenakan sebagian besar pendidikan petani rata-rata hanya lulusan sekolah dasar. 

“Semua faktor tersebut perlu diperbaiki dan dikelola dengan baik akan sangat berpengaruh pada ketahanan pangan Indonesia ke depan,” ungkapnya.

Soal kebijakan untuk melakukan alih fungsi lahan sebanyak 20 juta hektar yang direncanakan untuk sumber energi juga dinilai belum perlu untuk diimplementasikan. 

Pasalnya kebutuhan akan energi berbahan dasar kelapa sawit atau bioetanol masih bisa dicukupi dengan luas kebun sawit yang ada saat ini.

Baca juga: PNBP Kementerian Kehutanan Lebihi Target Tahun 2024, Nilainya Fantastis

Di samping itu, pembukaan lahan hutan juga memiliki banyak efek samping yang akan dirasakan yang mana sesuai dalam rencana pembangunan berkelanjutan perlu mempertimbangkan keseimbangan keragaman hayati dan ketersediaan pangan.

Read also:  Pengembangan SDM Kunci Hadapi Tantangan Industri Hijau, Wamen ESDM Ungkap Soal Kesenjangan

Guru Besar Kehutanan UGM Prof. Widyanto Dwi Nugroho mengatakan pemerintah tidak perlu membuka lahan baru dengan merusak hutan namun dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan di hutan yang sudah tidak produktif atau terdegradasi. 

Apalagi pemerintah sudah berkomitmen menurunkan karbon emisi hingga kurang dari 198,27 juta ton pada tahun 2025. 

“Pembukaan lahan akan lebih tepat apabila memanfaatkan hutan degradasi menjadi produktif dan bisa bermanfaat untuk segi pangan dan lingkungan,” tegasnya.

Soal program proyek pangan yang dicanangkan pemerintah sekarang ini diakui Widyanto sudah terjadi sejak zaman penjajahan sehingga sangat berpeluang menciptakan kerentanan traumatik. Pembukaan lahan tidak hanya berdampak pada keseimbangan alam tetapi juga keadaan sosial pada masyarakat yang terdampak. 

Pasalnya, para penduduk asli yang hidup di sekitar hutan diberi janji-janji dan harapan palsu oleh pemerintah. Berbagai macam cara digunakan untuk mendapatkan tanah-tanah yang ada di sana. “Pada akhirnya hanya menyebabkan konflik internal dalam masyarakat dikarenakan politik penguasaan tanah. Tanah mereka diambil namun kesejahteraan tidak mereka dapatkan,” katanya.

Untuk menghindari potensi konflik dengan masyarakat adat atau masyarakat yang tinggal disekitar hutan,  Antropolog UGM, Dr. Laksmi Adriani Savitri pemerintah diharapkan untuk meninjau ulang rencana pembukaan hutan seluas 20 juta hektar. 

“Masyarakat kita ingin diajak duduk dan bicara secara setara,” ungkapnya. ***

TOP STORIES

MORE ARTICLES

Dorong Investasi Energi Hijau, Menko Airlangga Ajak Temasek Perluas Portofolio di Indonesia

Menko Airlangga juga menekankan pentingnya kolaborasi lebih lanjut dalam pengembangan energi hijau. Ia mendukung proyek Temasek melalui Sembcorp Urban yang pada awal 2025 memulai pembangunan kawasan industri hijau di Jawa Barat, Tanjung Sauh, dan Tembesi, Batam.

BRIN Gandeng Universitas Waseda Jepang Kembangkan Basis Data Jejak Karbon

Ecobiz.asia - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggandeng Universitas Waseda Jepang untuk mengembangkan basis data jejak karbon guna memperkuat kebijakan mitigasi perubahan iklim...

KLH/BPLH Segel PT Xin Yuan Steel Indonesia karena Cemari Udara dan Timbun Limbah Ilegal

Ecobiz.asia — Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyegel dan menghentikan operasional tungku pembakaran milik PT Xin Yuan Steel Indonesia di Balaraja, Kabupaten...

PLN Nusantara Power Ambil Alih Penuh PLTMG Nias, Perkuat Keandalan Listrik di Kepulauan

Ecobiz.asia — PLN Nusantara Power (PLN NP) resmi mengambil alih penuh pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Nias berkapasitas 25 megawatt (MW), mempertegas...

Belajar dari Brasil, Bahlil Mau Tebu di Merauke Jadi Ethanol Saja

Ecobiz.asia — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan optimalisasi perkebunan tebu di Merauke untuk bahan baku ethanol. Inspirasi datang dari model...