Ecobiz.asia — Forestry Interim Secretariat of the International Tropical Peatlands Centre (ITPC) menegaskan perlunya percepatan restorasi gambut sebagai fondasi utama pencapaian target Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 Indonesia.
Penegasan ini disampaikan dalam Dialogue Session bertajuk “Mengintegrasikan Restorasi Lahan Gambut dan FOLU dalam Kerangka Pasar Karbon Global” di Paviliun Indonesia pada COP30 UNFCCC di Belém, Jumat (21/11/2025).
Sesi tersebut menyoroti pentingnya tata kelola ekosistem gambut di tengah berkembangnya mekanisme pembiayaan iklim, termasuk pasar karbon global, yang dinilai dapat menjadi insentif bagi percepatan restorasi dan penurunan emisi di negara pemilik lahan gambut.
Indonesia memiliki sekitar 24 juta hektare Kesatuan Hidrologis Gambut, 74% berada di kawasan hutan negara. Ekosistem gambut Indonesia menyimpan sekitar 89 gigaton karbon—setara 20 tahun emisi global bahan bakar fosil—dengan potensi penurunan emisi 1,3–2,6 GtCO₂e per tahun melalui pengelolaan dan restorasi efektif.
Diskusi menghadirkan perwakilan UNEP, FAO, JICA, Greifswald Mire Centre, Congo Peat Project, dan APHI yang menyoroti pentingnya pendekatan ilmiah, peningkatan kapasitas, serta keterhubungan dengan platform pendanaan global.
Direktur Perubahan Iklim UNEP Martin Klause mengatakan kolaborasi antarnegara pemilik gambut dapat memperkuat diplomasi iklim.
“Insentif pasar karbon diharapkan memperkuat upaya restorasi gambut dan meningkatkan kontribusi sektor FOLU terhadap pencapaian NDC,” ujarnya.
Dari FAO, Amy Duchelle memaparkan pembelajaran negara-negara tropis dalam menurunkan emisi sektor kehutanan. Sementara Simon Lewis dari Congo Peat Project menekankan perlunya strategi berbasis sains di Cekungan Kongo.
Hal senada disampaikan Franziska Tanneberger (Greifswald Mire Centre) yang menilai ilmu pengetahuan harus menjadi dasar kebijakan dan tata kelola.
Ahli JICA Mitsuru Osaki menyoroti pentingnya peningkatan sistem MRV Tier 3 untuk meningkatkan akurasi perhitungan karbon sektor FOLU Indonesia. Dari sisi sektor swasta, Dian Novarina (APHI) menegaskan pentingnya kemitraan jangka panjang untuk mendukung pembiayaan restorasi gambut.
Menutup sesi, Wakil Ketua Forestry Interim Secretariat ITPC Bambang Supriyanto menyatakan negara pemilik gambut tropis perlu tampil sebagai pemimpin diplomasi iklim.
“Negara anggota ITPC di Cekungan Kongo, Asia Tenggara, dan Amazon, termasuk Indonesia, DRC, Republik Kongo, dan Peru, harus menjadi peatland country champions untuk memperkuat pendanaan dan percepatan restorasi gambut tropis,” ujarnya. ***




