Ecobiz.asia — Kementerian Kehutanan menyiapkan empat peraturan menteri sebagai langkah cepat untuk memperkuat pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengatakan, keempat peraturan tersebut akan menjadi fondasi pengaturan teknis penyelenggaraan pasar karbon di sektor kehutanan dan memastikan pelaksanaannya berjalan kredibel dan berintegritas tinggi.
“Pelaksanaan Perpres ini harus berjalan transparan, kredibel, dan berstandar global agar Indonesia dapat menjadi pusat pengembangan pasar karbon dunia,” ujar Raja Juli Antoni dalam Rapat Koordinasi Komite Pengarah Penyelenggaraan Instrumen NEK dan Pengendalian Emisi GRK di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Empat regulasi turunan yang tengah disiapkan mencakup revisi Permen LHK Nomor 7 Tahun 2023 Tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan, Permen LHK Nomor 8 Tahun 2021 Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi, Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021 Pengelolaan Perhutanan Sosial, serta rancangan Permen KSDAE tentang pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi.
Raja Juli menegaskan, Perpres 110/2025 menjadi tonggak penting dalam mempercepat investasi hijau dan memperkuat peran sektor kehutanan dalam pembangunan berkelanjutan.
Dia menyebut, regulasi baru ini mempertegas posisi strategis sektor kehutanan sebagai penyedia carbon credit bernilai ekonomi tinggi sekaligus penggerak ekonomi hijau nasional.
“Perpres ini menandai era baru di mana pohon yang tumbuh berarti ekonomi rakyat juga ikut tumbuh,” kata Raja Juli.
Selain memperkuat tata kelola pasar karbon, Perpres 110/2025 dinilai Menhut juga membuka peluang besar bagi pengembangan Nature-based Solutions (NbS) seperti reforestasi, restorasi mangrove, dan aforestasi yang memberikan manfaat ekologis sekaligus ekonomi bagi masyarakat. ***





