MORE ARTICLES

Harga Karbon RI Melorot 23,6 Persen Sejak Diluncurkan, Transaksi Masih Minim

MORE ARTICLES

Ecobiz.asia – Harga unit karbon yang diperdagangkan di Bursa Karbon atau IDXCarbon melorot sebesar 23,6 persen sejak transaksi perdana diresmikan.

Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harga karbon saat ini Rp58.800 per 1 unit karbon. Harga tersebut turun 23,63 persen jika dibandingkan harga penutupan (closed price) pada 26 September 2023 sebesar Rp77.000 per 1 unit karbon.

“Closing price saat pembukaan adalah Rp77.000, saat ini Rp58.800,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Inarno Djajadi dikutip Rabu, 14 Agustus 2024.

Baca juga: Dorong Transisi Energi Melalui Dekarbonisasi, Eramet Terapkan Smart Mining untuk Kurangi Emisi Karbon

Sebagai catatan, 1 unit karbon setara 1 ton karbondioksida ekuivalen (tCO2e). Unit karbon di IDXCarbon berbentuk Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK). 

Saat ini, terdapat 3 proyek penurunan emisi dari perusahaan. Data IDXCarbon mencatat, 2 proyek yang menginisiasi penerbitan sertifikat karbon adalah PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) melalui proyek Lahendong Unit 5 dan 6, serta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), melalui proyek PT PJB UP Muara Karang.

Pada 8 Juli 2024, IDXCarbon mencatatkan SPE-GRK atas proyek Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air Minihidro (PLTM) Gunung Wugul milik PT PLN Indonesia Power dengan nomor SPE-10-PR-X-2023-16887. Jumlah unit karbon yang dicatatkan adalah sebesar 1.598 tCO2e untuk vintage 2021 dan 11.334 tCO2e untuk vintage 2022.

Baca juga: Huayou Bocorkan Rahasia Produksi Nikel dengan Jejak Karbon Terendah Sedunia, Ada Pemanfaatan Keunikan

Transaksi jual beli unit karbon di IDXCarbon juga masih minim. Inarno mengungkapkan selama hampir setahun sejak diluncurkan, transaksi bursa karbon tercatat sebesar Rp37,03 miliar per 9 Agustus 2024.

Inarno mengatakan raihan itu memang masih kecil, meski demikian dia mwngatakan hal itu adalah milestone untuk menuju transaski yang lebih besar. menurut dia, perkembangan bursa karbon memang membutuhkan waktu untuk mencatatkan transaksi besar.

“Walau terlihat kecil dan hanya beberapa miliar, tapi kalau dilihat dari perkembangan bursa karbon di dunia itu memang butuh waktu. Malaysia saja butuh waktu 2 tahun untuk ada transaksi. Sementara kita sudah bisa mencapai transaksi tersebut,” kata Inarno

Read also:  ACEXI Dorong Desentralisasi Pengelolaan Karbon demi Keadilan Ekonomi Hijau

Baca juga: Penjualan Kredit Karbon Pertamina NRE Meningkat, Kuasai 93 Persen Pasar

Sampai dengan 9 Agustus 2024, sudah terjadi total volume transaksi sebesar 613.000 ton CO2 equivalent. Bersamaan dengan itu, frekuensi transaksi tercatat 93 kali dengan total nilai transaksi Rp 37,03 miliar. Saat ini, pengguna jasa tercatat sekitar 71 perusahaan, dan total unit karbon adalah 1.777.000 ton CO2e. ***

TOP STORIES

MORE ARTICLES

KLH/BPLH Segel PT Xin Yuan Steel Indonesia karena Cemari Udara dan Timbun Limbah Ilegal

Ecobiz.asia — Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyegel dan menghentikan operasional tungku pembakaran milik PT Xin Yuan Steel Indonesia di Balaraja, Kabupaten...

PLN Nusantara Power Ambil Alih Penuh PLTMG Nias, Perkuat Keandalan Listrik di Kepulauan

Ecobiz.asia — PLN Nusantara Power (PLN NP) resmi mengambil alih penuh pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Nias berkapasitas 25 megawatt (MW), mempertegas...

Belajar dari Brasil, Bahlil Mau Tebu di Merauke Jadi Ethanol Saja

Ecobiz.asia — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan optimalisasi perkebunan tebu di Merauke untuk bahan baku ethanol. Inspirasi datang dari model...

Pertamina Siap Impor Minyak Mentah dari AS, Tunggu Payung Regulasi Pemerintah

Ecobiz.asia — PT Pertamina (Persero) menyatakan siap mengimpor minyak mentah dan LPG dari Amerika Serikat guna memperkuat pasokan kilang dalam negeri. Namun, rencana ini...

Indonesia Finalisasi Second NDC, Emisi Karbon Harus Turun 60 Persen hingga 2035

Ecobiz.asia — Pemerintah Indonesia tengah merampungkan dokumen Second Nationally Determined Contribution (Second NDC), yang akan menjadi arah kebijakan iklim nasional untuk periode 2031–2035. Dokumen ini...