Ecobiz.asia — Pemerintah menegaskan komitmennya terhadap pembangunan hijau dengan menetapkan empat prioritas strategis di sektor infrastruktur.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, menyampaikan hal ini dalam Indonesia Zero Emission Heavy Duty Vehicle Summit 2025 di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Dalam pidatonya, Agus menekankan bahwa arah pembangunan nasional tak lagi bisa dilepaskan dari urgensi keberlanjutan dan pengurangan emisi karbon.
“Kita semua tentu harus serius, harus fokus pada berbagai upaya yang bisa mengubah keadaan,” ujarnya.
Empat prioritas utama yang dikedepankan pemerintah adalah: reformasi kebijakan dan insentif kendaraan rendah emisi, perluasan infrastruktur energi bersih, penguatan inovasi lintas sektor, serta pembentukan ekosistem pembiayaan hijau yang inklusif.
Agus menyoroti pentingnya reformasi kebijakan untuk mempercepat adopsi kendaraan rendah emisi, terutama di sektor logistik yang meskipun jumlah kendaraannya lebih sedikit dibanding kendaraan pribadi, namun menyumbang emisi CO₂ dalam jumlah signifikan.
“Kontribusi emisi dari freight benar-benar mengkhawatirkan. Kita perlu intervensi nyata dalam kebijakan,” tegasnya.
Pemerintah, lanjutnya, mendorong percepatan pembangunan charging station untuk mendukung elektrifikasi kendaraan logistik di berbagai jalur utama, termasuk Pulau Jawa.
Prioritas kedua adalah memperluas jaringan energi bersih dan transportasi publik ramah lingkungan.
Pemerintah telah memetakan kebutuhan infrastruktur strategis untuk mendukung inisiatif zero emission freight, termasuk titik-titik potensial pembangunan charging station dengan kapasitas yang memadai.
Baca juga: Kejar Net Zero Emission, Indonesia-Jepang Sepakat Dorong Kelanjutan Pembangunan PLTA Kayan
Pemerintah juga mendorong inovasi dan kolaborasi lintas sektor melalui kemitraan antara pemerintah pusat, daerah, industri, akademisi, dan lembaga riset.
“Saya senang sekali jika forum seperti ini juga menghadirkan para pakar dan akademisi yang sudah lama meneliti solusi konkret untuk dekarbonisasi,” ujar Agus.
Di sisi pembiayaan, Agus menekankan pentingnya membangun ekosistem green financing yang inklusif dan berkelanjutan. Ia menegaskan, transisi menuju ekonomi hijau tidak boleh menjadi beban hanya bagi kelompok tertentu, terutama pelaku usaha kecil dan menengah.
“Kita harus membangun pembiayaan hijau yang dapat diakses semua pihak,” katanya.
Menutup sambutannya, Agus melontarkan seruan moral bagi semua pemangku kepentingan untuk tidak berpangku tangan dalam isu krisis iklim dan keberlanjutan.
“We cannot afford the price of inaction. Jangan karena merasa ini terlalu sulit lalu kita tidak berbuat apa-apa. Inaction akan membuat kita lebih buruk, dan kita akan diaudit oleh anak cucu kita,” pungkasnya. ***