Ecobiz.asia — Dewan Energi Nasional (DEN) menegaskan bahwa biomassa perlu segera dioptimalkan sebagai bahan bakar campuran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) guna memperkuat ketahanan energi nasional.
Anggota DEN As Natio Lasman mengatakan biomassa dapat dicampurkan 5–10 persen dengan batu bara meskipun memiliki panas jenis lebih rendah. Ia menilai strategi co-firing akan lebih efisien jika pasokan biomassa ditempatkan dekat PLTU.
“Dengan pasokan dekat PLTU, biaya transportasi dapat ditekan dan masyarakat sekitar juga bisa diberdayakan,” ujarnya dalam seminar “Biomassa: Sebagai Alternatif Bahan Bakar Pembangkit Tenaga Listrik” yang digelar Himpunan Ahli Pembangkit Indonesia (HAKIT) di Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Natio menjelaskan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang diatur melalui PP No. 40/2025 menekankan akselerasi energi terbarukan, termasuk biomassa, serta pengurangan ketergantungan pada fosil, gas, dan nuklir sebagai bagian dari strategi dekarbonisasi.
Ia menyebut target bauran energi baru terbarukan ditetapkan mencapai 70–72 persen pada tahun 2060. Namun, ketahanan energi Indonesia masih rendah, hanya sekitar 6,2 persen.
Selain itu, Natio menyoroti kerentanan jalur pasokan migas Indonesia yang melewati wilayah konflik Israel–Iran. Ia memperingatkan 40 persen pasokan migas nasional dapat terganggu jika jalur tersebut tidak aman. “Jika harus memutar lewat Afrika Selatan, waktu pengiriman bisa bertambah lebih dari 15 hari,” katanya.
Natio juga menyampaikan cadangan batu bara kian menipis. Dari total 32 miliar ton cadangan, sekitar 24 miliar ton merupakan low-rank coal yang membuat efisiensi pembangkit terus menurun. “Tahun lalu kita mengambil hampir 1 miliar ton. Makin lama ini tergerus,” ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, biomassa dinilai menjadi opsi strategis untuk menjaga pasokan energi jangka panjang. Ia memperingatkan Indonesia berpotensi mulai mengimpor batu bara pada 2040 jika tidak segera mengambil langkah antisipatif.
“Fosil akan terus menurun. Tanpa cadangan gas yang cukup dan kompetitif, pada tahun 2028 permintaan dan pasokan akan bertemu. Setelah itu kita harus impor,” tutupnya. *** (Putra Rama Febrian)




