Ecobiz.asia – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) resmi memulai penyusunan National Adaptation Plan (NAP) atau Rencana Adaptasi Perubahan Iklim Nasional sebagai langkah konkret menghadapi dampak perubahan iklim yang kian nyata.
Langkah ini diharapkan dapat mencegah kerugian akibat perubahan iklim yang dapat mencapai antara 0,55% hingga 3,55% dari PDB nasional pada tahun 2030.
Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH, Ary Sudijanto menjelaskan inisiatif penyusunan NAP menandai upaya strategis pemerintah dalam memperkuat ketahanan nasional terhadap bencana hidrometeorologis yang makin sering terjadi.
Baca juga: Hilirisasi Bikin Pelaku Tambang Bauksit Tertekan, ABI Desak Penegakan HPM Secara Konsisten
“Perubahan iklim bukan lagi sebuah kemungkinan, tetapi sudah menjadi kenyataan yang harus kita hadapi bersama,” ujar Ary dalam pernyataannya, Minggu (4/5/2025).
Ary menekankan bahwa Indonesia menghadapi ancaman serius dari perubahan pola cuaca dan iklim, mulai dari banjir pesisir hingga ancaman terhadap ketahanan pangan dan kesehatan.
Ary menyebut kawasan pantai utara Jawa seperti Jakarta, Semarang, dan Pekalongan sebagai contoh wilayah yang terdampak. “Penggenangan permanen menjadi ancaman serius akibat kombinasi antara penurunan muka tanah dan kenaikan permukaan laut,” ujarnya.
Sektor pertanian dan kesehatan juga disebut rentan. Pola musim yang berubah berdampak pada hasil panen, sementara penyebaran penyakit seperti demam berdarah, malaria, dan diare meningkat akibat perubahan iklim.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) turut menunjukkan peningkatan signifikan frekuensi bencana hidrometeorologis, seperti badai tropis Seroja pada 2021 di Nusa Tenggara Timur.
Dokumen roadmap Nationally Determined Contributions (NDC) Adaptasi memproyeksikan bahwa dampak perubahan iklim dapat menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 0,55% hingga 3,55% dari PDB nasional pada tahun 2030. Oleh karena itu, penyusunan NAP menjadi urgensi nasional untuk memastikan langkah-langkah adaptasi yang terencana dan terintegrasi dalam pembangunan.
NAP juga menjadi bagian dari komitmen Indonesia dalam Paris Agreement, khususnya Artikel 7 tentang adaptasi. Target penyelesaian NAP ditetapkan sebelum Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30). Hingga kini, sebanyak 51 negara telah menyerahkan dokumen NAP mereka kepada UNFCCC.
Ary menambahkan bahwa Indonesia tidak memulai dari nol. “Banyak kementerian dan lembaga sudah memiliki kebijakan adaptasi iklim, seperti Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) dari Bappenas, Adaptasi Perubahan Iklim Kesehatan (APIK) dari Kementerian Kesehatan, serta Roadmap NDC Adaptasi dari KLHK,” ujarnya.
Penyusunan NAP bertujuan untuk menyinergikan semua inisiatif tersebut.
Penyusunan NAP didukung oleh proyek Readiness NAP yang didanai oleh Green Climate Fund (GCF), dengan UNDP Indonesia sebagai mitra pelaksana. Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, dan KLH/BPLH menjadi penerima manfaat utama, didukung pula oleh GIZ Indonesia.
Direktur Adaptasi Perubahan Iklim KLH Yulia Suryanti menyatakan bahwa NAP juga akan memuat sistem pemantauan dan evaluasi terukur. Pemerintah menargetkan partisipasi luas dari kementerian, lembaga, akademisi, hingga mitra internasional untuk menghasilkan dokumen yang implementatif. ***