Ecobiz.asia – Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup di sektor transportasi, khususnya infrastruktur jalan tol, harus menjadi prioritas untuk memperbaiki kualitas udara di wilayah perkotaan seperti Jabodetabek.
Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH/BPLH, Rasio Ridho Sani, menyatakan bahwa sekitar 30 hingga 60 persen polusi udara di wilayah perkotaan berasal dari sektor transportasi darat, termasuk emisi kendaraan bermotor di jalan tol.
Ia menyoroti bahwa konsentrasi partikulat PM2.5 di kota-kota besar telah melampaui ambang batas aman tahunan sebesar 5 µg/m³, dengan hasil pemantauan menunjukkan angka berkisar antara 0 hingga 50 µg/m³.
Baca juga: KLH Dorong Industri Konversi Bahan Bakar dari Batu Bara ke Gas untuk Cegah Polusi Udara
“Kami tidak hanya mendorong, tetapi juga memastikan bahwa setiap pengelola jalan tol wajib mengambil langkah nyata untuk mengurangi pencemaran udara, kebisingan, dan kerusakan lingkungan lainnya. Jalan tol harus menjadi bagian dari solusi, bukan sumber masalah baru bagi lingkungan,” kata Rasio saat acara “Komitmen Pengelolaan Lingkungan Kawasan Jalan Tol” di Jakarta, Senin (28/4/2025).
KLH/BPLH mengingatkan bahwa meskipun jalan tol memiliki manfaat dalam mengurangi kemacetan dan meningkatkan efisiensi transportasi, pembangunan dan operasionalnya menimbulkan dampak lingkungan yang serius.
Dampak tersebut meliputi deforestasi, fragmentasi habitat, peningkatan emisi kendaraan, pencemaran air dan tanah, serta polusi kebisingan.
Sebagai bentuk tanggung jawab, pengelola jalan tol diwajibkan melaksanakan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Kegiatan ini mencakup penanaman pohon penyerap polutan, pengujian kualitas udara ambien, pengelolaan air limbah domestik, pemantauan tingkat kebisingan, serta pengelolaan sampah di area peristirahatan dan gerbang tol.
KLH/BPLH juga mendorong pemasangan alat pemantauan kualitas udara seperti Low-Cost Sensor (LCS) dan Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien (SPKUA), serta penyediaan fasilitas untuk uji emisi kendaraan bermotor di area istirahat dan jembatan timbang.
Selain itu, untuk mengendalikan kebisingan dan polusi cahaya, KLH/BPLH menganjurkan pemasangan penghalang suara di sepanjang ruas jalan tol.
Dalam memperkuat pengelolaan lingkungan, KLH/BPLH menekankan penerapan prinsip “pencemar membayar” (Polluter Pays Principle), yang mengharuskan setiap pelaku usaha bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang mereka timbulkan.
Baca juga: LindungiHutan Luncurkan POLUTREE, Program Pengurangan Emisi Karbon dan Polusi Udara
Penerapan prinsip ini didukung dengan instrumen kebijakan terintegrasi untuk meningkatkan efektivitas pengendalian pencemaran.
Sebagai upaya tambahan, KLH/BPLH mengajak pengelola jalan tol untuk berpartisipasi dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER).
Melalui program ini, pengelola jalan tol yang menunjukkan kepatuhan dan inovasi dalam pengelolaan lingkungan akan mendapatkan penghargaan berdasarkan kinerja mereka dalam pengurangan emisi, pengelolaan limbah, efisiensi energi, serta upaya pelestarian lingkungan.
KLH/BPLH menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pengelola jalan tol, dan masyarakat untuk mewujudkan transportasi yang ramah lingkungan dan menjamin udara bersih bagi generasi mendatang.***