MORE ARTICLES

Tak Sekadar Jadi Penonton, Indonesia Potensial Jadi Pemimpin Pasar Karbon Sukarela Global

MORE ARTICLES

Ecobiz.asia — Indonesia harus memanfaatkan potensi luar biasanya di sektor kehutanan untuk memimpin pasar karbon sukarela (Voluntary Carbon Market/VCM) global, bukan sekadar menjadi penonton. 

Penasehat Utama Menteri Kehutanan Edo Mahendra, dalam forum FOLU Talks yang berlangsung secara daring, Rabu (9/7/2025) menjelaskan VCM bukanlah silver bullet untuk mendukung aksi iklim. 

“VCM hanyalah salah satu alat dalam gudang senjata kita untuk mengatasi krisis iklim dan membuka sumber pertumbuhan ekonomi baru,” ujarnya. 

Baca juga: Permintaan Tinggi, Voluntary Carbon Market Perlu Diperkuat dengan Integritas dan Metodologi Nasional

Agar VCM dapat berfungsi optimal, Indonesia harus membangun ekosistem yang menciptakan trust (kepercayaan) antara pelaku pasar dan menjamin credibility (kredibilitas) kredit karbon yang diperjualbelikan.

Ia menekankan dua prinsip kunci: pertama, kepercayaan antara penjual dan pembeli sebagai subjek pasar harus dibangun lewat kepastian aturan, akuntabilitas, dan stabilitas. 

Kedua, kredibilitas objek — dalam hal ini proyek karbon — bergantung pada metodologi, standar MRV (Measurement, Reporting, Verification), dan pengakuan internasional terhadap proyek tersebut.

Indonesia, kata Edo, memiliki posisi unik karena menguasai aset berbasis alam (nature-based assets) seperti hutan dan lahan gambut yang dapat menghasilkan kredit karbon berkualitas tinggi. 

Namun, tanpa tata kelola dan strategi yang tepat, potensi itu hanya akan menjadi jargon.

Edo mengutip data BloombergNEF yang menyebutkan skenario pasar karbon dengan pasokan dan permintaan berkualitas tinggi dapat menciptakan nilai pasar global hingga lebih dari 1 triliun dolar AS pada 2050. 

“Indonesia bisa menjadi penggerak utama untuk menggeser pasar dari sekadar potensi ke realisasi,” katanya.

Baca juga: Gairahkan Perdagangan Karbon, TruCarbon Gelar CarboNEX 2025

Dalam paparannya, Edo juga menyoroti perlunya harmonisasi standar MRV nasional dengan standar global, serta pentingnya menciptakan interoperability dengan pasar karbon dunia. 

“Kalau kita punya barang, tapi tidak terhubung dengan sistem global, maka nilainya tidak maksimal,” jelasnya.

Pemerintah, lanjut Edo, kini aktif menjalin komunikasi dengan lembaga internasional seperti Integrity Council for the Voluntary Carbon Market (ICVCM) dan Voluntary Carbon Market Integrity Initiative (VCMI). 

Read also:  Survei BCM Insights: Publik Sadari Pentingnya Perdagangan Karbon, Mekanisme dan Regulasi Jadi Tantangan

“Kami ingin memastikan kredit karbon Indonesia bisa diterima sebagai high quality supply di pasar global.”

Baca juga: MRA dengan Verra Dapat Sambutan Positif, CEO TruCarbon: Tingkatkan Daya Tarik Kredit Karbon Indonesia

Ia menambahkan bahwa carbon market bisa mendorong efek berganda (multiplier effect) lintas sektor, dari sektor keuangan yang dapat mengembangkan produk-produk investasi berbasis lingkungan, hingga sektor teknologi melalui penerapan sistem registri berbasis blockchain yang imutabel dan transparan.

Edo menegaskan bahwa pasar karbon sukarela di Indonesia harus diarahkan agar terbuka, berbasis teknologi mutakhir, dan dibangun melalui kerja sama lintas sektor. 

“Kalau kita bisa membuat ekosistem karbon berkelas dunia, kita tidak hanya memimpin dalam mitigasi iklim, tapi juga dalam membentuk masa depan ekonomi hijau Indonesia,” tutupnya. ***

TOP STORIES

MORE ARTICLES

PLN Nusantara Power Ambil Alih Penuh PLTMG Nias, Perkuat Keandalan Listrik di Kepulauan

Ecobiz.asia — PLN Nusantara Power (PLN NP) resmi mengambil alih penuh pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Nias berkapasitas 25 megawatt (MW), mempertegas...

Belajar dari Brasil, Bahlil Mau Tebu di Merauke Jadi Ethanol Saja

Ecobiz.asia — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan optimalisasi perkebunan tebu di Merauke untuk bahan baku ethanol. Inspirasi datang dari model...

Pertamina Siap Impor Minyak Mentah dari AS, Tunggu Payung Regulasi Pemerintah

Ecobiz.asia — PT Pertamina (Persero) menyatakan siap mengimpor minyak mentah dan LPG dari Amerika Serikat guna memperkuat pasokan kilang dalam negeri. Namun, rencana ini...

Indonesia Finalisasi Second NDC, Emisi Karbon Harus Turun 60 Persen hingga 2035

Ecobiz.asia — Pemerintah Indonesia tengah merampungkan dokumen Second Nationally Determined Contribution (Second NDC), yang akan menjadi arah kebijakan iklim nasional untuk periode 2031–2035. Dokumen ini...

Produksi Ethanol Nasional Terancam Imbas Kesepakatan Tarif Indonesia-AS, Implementasi E5 di Ujung Tanduk

Ecobiz.asia - Kesepakatan perdagangan antara Indonesia-Amerika Serikat yang diumumkan Presiden Donald Trump mengancam produksi ethanol di tanah air. Kesepakatan tersebut membebaskan bea masuk ethanol asal AS...