Ecobiz.asia — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan melakukan peninjauan ulang secara menyeluruh terhadap dokumen persetujuan lingkungan (AMDAL) milik PT Gag Nikel (PTGN), perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Langkah ini menyusul sorotan publik dan temuan lapangan atas aktivitas pertambangan di pulau kecil yang masuk dalam kawasan ekosistem sensitif dan bernilai konservasi tinggi.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, kepada pers, di Jakarta, Minggu (8/6/2025) menjelaskan bahwa persetujuan lingkungan PT Gag Nikel akan dikaji ulang karena beberapa pertimbangan krusial, termasuk status geografis Pulau Gag sebagai pulau kecil dan posisi kawasan tersebut dalam sistem ekologi penting di Raja Ampat.
Baca juga: Tinjau PT GAG Nikel, Bahlil Cek Langsung Kondisi Tambang di Raja Ampat yang Jadi Sorotan
“Pulau Gag dengan luas sekitar 6.030 hektare masuk dalam kategori pulau kecil dan berada di kawasan ekosistem Raja Ampat yang sangat sensitif. Karena itu, kita perlu mempertimbangkan dengan sangat serius dampak lingkungan dari kegiatan tambang di sana,” ujar Hanif.
Ia menjelaskan bahwa persetujuan lingkungan bagi PT Gag Nikel diterbitkan sebelum terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) yang secara eksplisit melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil.
Putusan-putusan tersebut memperkuat amanat Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Dalam keputusan MA No. 57/2022 dan MK No. 35/2023, sudah dinyatakan bahwa kegiatan pertambangan di pulau kecil dilarang tanpa syarat, bahkan ketika perizinan sebelumnya lengkap. Ini menjadi dasar hukum yang harus kami cermati ulang dalam konteks persetujuan lingkungan yang telah diterbitkan sebelumnya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Menteri Hanif menyebut bahwa berdasarkan pengawasan lapangan yang dilakukan tim pengawas lingkungan KLHK pada akhir Mei 2025, kegiatan tambang di PT Gag Nikel dinilai secara umum masih mengikuti kaidah lingkungan, meskipun ditemukan potensi tekanan terhadap ekosistem terumbu karang yang mengelilingi pulau tersebut.
“Kami akan mengevaluasi secara menyeluruh, termasuk kemampuan teknologi pengendalian dampak dan potensi rehabilitasi lingkungan. Jika kemampuan mitigasinya tidak memadai, maka kami tidak segan mencabut atau meninjau kembali persetujuan lingkungan yang sudah ada,” katanya.
Selain PT Gag Nikel, pengawasan juga dilakukan terhadap sejumlah perusahaan lain yang beroperasi di pulau-pulau kecil di Raja Ampat, termasuk PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).
Dalam beberapa lokasi, KLH menemukan pelanggaran serius, termasuk pembukaan lahan melebihi izin dan indikasi pencemaran lingkungan yang signifikan.
Proses penegakan hukum kini sedang berlangsung dengan pengambilan sampel laboratorium dan pelibatan ahli lingkungan sebagai saksi.
Baca juga: Limbah Perkotaan Picu Lonjakan Metana: India Hadapi Ancaman Iklim di Tengah Urbanisasi
Hanif juga menggarisbawahi bahwa Raja Ampat memiliki keanekaragaman hayati laut yang luar biasa, dengan lebih dari 75% spesies terumbu karang dunia ditemukan di wilayah ini. Karena itu, ia menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil kebijakan lingkungan yang tegas dan berbasis ilmu pengetahuan serta hukum.
“Raja Ampat adalah kawasan strategis ekologis global. Kami tidak ingin eksploitasi tambang di pulau kecil menghancurkan warisan alam yang sangat penting ini,” tutupnya. ***