Ecobiz.asia – Pemerintah Indonesia membuka peluang untuk penggunaan standar dan metodologi yang telah dikembangkan oleh pengembang pasar karbon sukarela dalam perdagangan karbon.
Hal itu dikatakan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq saat sosialisasi hasil Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC Baku, di Jakarta, Selasa, 10 Desember 2024.
Hanif menjelaskan, beberapa hasil dari COP29 yang diperkenalkan sebagai Baku Climate Unity Pack. Diantaranya adalah soal New Collective Quantified Goal (NCQG) yang merupakan komitmen pendanaan perubahan iklim terbaru.
Baca juga: Perdagangan Karbon Bilateral, Indonesia-Jepang Saling Akui Sistem Kredit Karbon
Nilai yang ditetapkan dalam target tersebut adalah sebesar 300 miliar dolar per tahun pada tahun 2035. Kemudian ada penguatan komitmen mitigasi perubahan iklim.
Hasil lainnya adalah kesepakatan terkait Article 6 Paris Agreement mengenai mekanisme kerja sama untuk mendukung pemenuhan NDC
“Indonesia menyambut baik hasil keputusan tersebut yang menandai operasional teknis Artikel 6 khususnya implementasi perdagangan karbon internasional,” kata Hanif.
Baca juga: Sumitomo Forestry Garap Konsesi Restorasi Gambut di Kalimantan Tengah, Incar Pasar Karbon
Sebagai tindak lanjut, kata Hanif, Indonesia akan mengoptimalkan peluang perdagangan karbon dengan memperkuat mekanisme kendali nasional dan mengikuti proses di UNFCCC.
Lebih lanjut Hanif mengatakan, saat perhelatan COP29 dirinya juga sempat melakukan pertemuan dengan pengembang standar pasar karbon sukarela untuk membahas kerja sama pengakuan standar dan metodologi perdagangan karbon.
“Kita membuka diri selebar-lebarnya terkait dengan metodologi yang hari ini ada dalam lingkungan global,” katanya.
Hanif mengungkapkan, termasuk yang berpeluang untuk diakui standar dan metodologinya adalah yang sudah dikembangkan oleh VERRA, ACRIS, dan Gold Standard.
Menurut dia, hal itu dilakukan untuk meningkatkan skala perdagangan karbon di tanah air mulai Januari tahun 2025 untuk mendukung pencapaian NDC. ***