IDX Carbon: Pasar Karbon Kian Terbuka dan Makin Fleksibel Pasca Perpres 110/2025

MORE ARTICLES

Ecobiz.asia — Kepala Pengembangan Perdagangan Karbon Bursa Efek Indonesia (IDX Carbon), Edwin Hartanto, menjelaskan cara kerja pasar karbon nasional setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Regulasi baru tersebut membuka jalur yang lebih fleksibel bagi perdagangan karbon Indonesia, baik untuk pasar wajib (compliance market) maupun pasar sukarela (voluntary market).

Pada Kelas Karbon yang diselenggarakan Akademi Transisi Energi, Edwin menjelaskan bahwa dibandingkan regulasi sebelumnya, Perpres 110/2025 menghadirkan perubahan penting dengan memperbolehkan proyek karbon menggunakan registri internasional seperti Verra, Gold Standard, Plan Vivo, atau Global Carbon Council (GCC) tanpa perlu kesepakatan Mutual Recognition Agreement (MRA), selama proyek tetap dilaporkan ke pemerintah Indonesia.

Namun, kata dia, kredit yang dihasilkan dari jalur sukarela tidak akan mendapatkan Corresponding Adjustment (CA) sehingga tidak dapat digunakan di pasar yang mensyaratkan CA seperti skema CORSIA (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation).

Read also:  Kemenhut Siapkan Empat Aturan Turunan Perpres Nilai Ekonomi Karbon, Apa Saja?

Meski begitu, Edwin menilai pasar sukarela tetap potensial karena masih diminati oleh perusahaan global seperti Microsoft dan Shell yang tidak mensyaratkan CA secara ketat.

Lebih lanjut Edwin menjelaskan, posisi IDX Carbon berada di hilir sistem perdagangan karbon nasional, yang terhubung dengan dua sistem utama: SRN-PPI yang mencatat capaian pengurangan emisi terhadap target NDC (Nationally Determined Contribution), dan SRUK (Sistem Registri Unit Karbon) yang mencatat unit karbon atau kredit yang diterbitkan.

“Di hilir, IDX Carbon berperan sebagai bursa resmi yang mempertemukan allowance untuk sistem ETS (Emission Trading System) dan kredit untuk offset dalam satu platform. Sistemnya ditopang oleh private blockchain untuk mencegah double counting dan double claim karena pada akhirnya setiap klaim offset harus di-retire agar tidak bisa dijual lagi,” ujarnya, Jumat (24/10/2025).

Read also:  Teken MRA dengan Verra, Indonesia Siap Tawarkan 50 Juta Ton Kredit Karbon di COP30

Sejak diluncurkan pada September 2023 hingga pertengahan Oktober 2025, IDX Carbon mencatat volume perdagangan kumulatif sekitar 1,6 juta ton CO₂e dengan nilai sekitar Rp78,5 miliar.

Dari jumlah itu, sekitar 900 ribu ton telah di-retire, salah satunya oleh Pelita Air untuk penerbangan netral karbon perdananya. Jumlah pelaku pasar kini mencapai sekitar 136 entitas. “Transaksi di bursa penting untuk transparansi, arus dan harga bisa dipantau end-to-end, dan risiko transfer pricing berkurang,” tambahnya.

Dari sisi sektor, mekanisme ETS telah lebih dulu berjalan di bidang ketenagalistrikan. Sebanyak 99 pembangkit listrik telah dikenai pajak karbon pada 2023, meningkat menjadi 146 unit pada 2024, dan akan terus bertambah pada 2025.

Edwin menyebut sektor industri sebagai kandidat berikutnya untuk penerapan ETS, sementara sektor keuangan belum prioritas karena porsi emisi langsungnya kecil.

Untuk proyek karbon baru, Edwin menekankan pentingnya menentukan pasar sejak awal. “Kalau targetnya CORSIA, Anda perlu CA dan registri yang memenuhi syarat, biasanya dengan harga historis 23–25 dolar AS per ton, dibandingkan proyek voluntary yang umumnya 8–10 dolar AS per ton,” jelasnya.

Read also:  INPEX, Sustainacraft, Dassa, dan Jaga Planet, Studi Kelayakan JCM Berbasis Alam di Indonesia

Ia menambahkan bahwa proyek dengan metodologi kuat, additionality jelas, dan co-benefit ekologis seperti blue carbon (mangrove dan lamun) biasanya memperoleh harga premium.

Sementara itu, proyek CCS (Carbon Capture and Storage) berpotensi mencapai harga jauh lebih tinggi, hingga 100–300 dolar AS per ton, tergantung pasar dan skema yang digunakan. Namun, Edwin mengingatkan agar tidak terjadi double claim dan memastikan adanya additionality yang nyata.

Menurutnya, Perpres 110/2025 memberi ruang lebih luas dan luwes bagi pengembang dan korporasi untuk berpartisipasi di pasar karbon, baik melalui perdagangan kredit maupun mekanisme cap-and-trade. Sisanya soal eksekusi yang disiplin. ***

TOP STORIES

MORE ARTICLES

Prospek Pasar Karbon Global Meningkat, Proyek Komunitas Punya Peluang Premium

Ecobiz.asia — Direktur PT Biru Karbon Nusantara (Biru Karbon), Chabi Batur Romzini atau yang akrab dipanggil Bibah, menilai prospek pasar karbon global akan terus...

KLH Susun Proses Bisnis Perdagangan Karbon Pasca Perpres 110/2025, Seperti Apa?

Ecobiz.asia - Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyusun proses bisnis perdagangan karbon pasca terbitnya Perpres Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen...

Nasib MRA Perdagangan Karbon Pasca Perpres 110/2025, Ini Penjelasan Wamen LH

Ecobiz.asia - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup telah menandatangani sejumlah Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan lembaga pengembang standar karbon internasional untuk mendorong...

Kemenhut Siapkan Empat Aturan Turunan Perpres Nilai Ekonomi Karbon, Apa Saja?

Ecobiz.asia — Kementerian Kehutanan menyiapkan empat peraturan menteri sebagai langkah cepat untuk memperkuat pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen...

Pasca Perpres 110/2025, KLH Rumuskan Langkah Strategis Penguatan Perdagangan Karbon

Ecobiz.asia - Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) akan merumuskan langkah strategis untuk memperkuat pelaksanaan perdagangan karbon pasca diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor...

TOP STORIES

Pertamina NRE Optimalkan Teknologi AI untuk Efisiensi dan Mitigasi Risiko Operasi

Ecobiz.asia — Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) memperkuat transformasi digitalnya dengan mengoperasikan ruang kendali berbasis kecerdasan buatan (AI) bernama NOVA (New &...

Prospek Pasar Karbon Global Meningkat, Proyek Komunitas Punya Peluang Premium

Ecobiz.asia — Direktur PT Biru Karbon Nusantara (Biru Karbon), Chabi Batur Romzini atau yang akrab dipanggil Bibah, menilai prospek pasar karbon global akan terus...

KLH Susun Proses Bisnis Perdagangan Karbon Pasca Perpres 110/2025, Seperti Apa?

Ecobiz.asia - Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyusun proses bisnis perdagangan karbon pasca terbitnya Perpres Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen...

Integrasi Tata Ruang dan Industri Hijau Jadi Kunci Atasi Konflik Lahan dan Sumber Daya Alam

Ecobiz.asia — Integrasi tata ruang ekologis dan ekonomi berbasis One Map Policy dengan pendekatan lanskap berkelanjutan dinilai menjadi langkah strategis untuk mengatasi konflik pemanfaatan...

Patuh Bayar PNBP, BP Berau Jadi KKKS Terbaik Penghargaan Subroto 2025 Kategori 100 MBOEPD

Ecobiz.asia — BP Berau Ltd., operator proyek Tangguh LNG, meraih Penghargaan Subroto 2025 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas kepatuhan terbaik...