Ecobiz.asia – Sebanyak 40 proyek karbon dari 20 perusahaan akan menawarkan kredit karbon dengan volume total 90.101.796 ton setara karbon dioksida (CO₂e) di Paviliun Indonesia pada penyelenggaraan Konferensi Perubahan Iklim COP30 UNFCCC di Belém, Brasil, pada 10–21 November 2025.
Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup Bidang Sumber Daya Pangan, Sumber Daya Alam, Energi, dan Mutu Lingkungan, Laksmi Widyajayanti, yang juga Penanggung Jawab Paviliun Indonesia, menjelaskan bahwa penawaran kredit karbon Indonesia akan dilakukan dalam sesi Seller Meet Buyer di Paviliun Indonesia. Ia mengatakan data proyek yang akan menawarkan kredit karbon masih bersifat sementara per 28 Oktober 2025.
“Mungkin ada penambahan dalam beberapa hari ini karena masih akan ada pembaruan dari Kementerian Kehutanan,” kata Laksmi dalam media briefing di Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Kredit karbon yang ditawarkan mencakup sertifikat SPE GRK (Sertifikat Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca) Indonesia maupun skema sertifikasi lain yang sesuai dengan pengaturan perdagangan karbon yang diakui pemerintah Indonesia.
Lebih lanjut, Laksmi menjelaskan status kredit karbon dari 40 proyek tersebut. Sebanyak 11 proyek telah tersertifikasi dengan volume 11.413.548 ton CO₂e, 15 proyek dalam proses sertifikasi dengan volume 5.065.163 ton CO₂e, dan 14 proyek lainnya berstatus Project Information Note (PIN) dengan volume 73.623.085 ton CO₂e.
Dari total 40 proyek itu, 21 proyek berasal dari sektor energi, delapan proyek dari sektor Forestry and Other Land Use (FOLU), dan 11 proyek lainnya dari sektor pengelolaan sampah.
Di antara proyek-proyek tersebut adalah Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) Sei Mangkei yang dikembangkan Pertamina, Proyek Pulang Pisang Preserve milik Carbon Ethics, serta Proyek Aforestasi dan Penghijauan Bentang Alam Sumba yang dikembangkan oleh Reforest’Action.
Laksmi menambahkan bahwa sudah ada beberapa proyek yang mencapai kesepakatan transaksi, meski Paviliun Indonesia tetap membuka peluang bagi calon pembeli baru yang ingin memperoleh informasi dan menyatakan minatnya.
Nantinya akan ada tiga mekanisme jual-beli kredit karbon di Paviliun Indonesia. Pertama, transaksi langsung saat sesi Seller Meet Buyer untuk kredit karbon yang sudah diterbitkan, dibuktikan dengan laporan transaksi. Kedua, kesepakatan dalam bentuk Letter of Agreement (LoA) dengan estimasi waktu pelaksanaan transaksi. Ketiga, penandatanganan Letter of Intent (LoI) antara pengembang proyek dan calon pembeli kredit karbon.
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup, yang juga Penanggung Jawab Sesi Seller Meet Buyer, Yulia Suryanti, menambahkan bahwa sepanjang penyelenggaraan Paviliun Indonesia pada COP UNFCCC, sesi yang mempertemukan penjual dan pembeli kredit karbon baru pertama kali digelar pada COP30.
“Kami akan membuka sesi Seller Meet Buyer selama satu jam setiap hari pada jam prime time, saat delegasi dari berbagai negara banyak hadir,” kata Yulia. ***




