Ecobiz.asia – PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) terus memperluas program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) untuk mendorong kemandirian masyarakat di sekitar wilayah operasional.
Sejak 2018, program ini telah menjangkau sedikitnya 3.269 orang di enam lokasi kilang Pertamina.
Corporate Secretary KPI, Hermansyah Y. Nasroen, mengatakan perusahaan konsisten menjalankan program TJSL dengan fokus pada pemberdayaan di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Baca juga: Kilang Pertamina Internasional Segera Uji Coba Produksi Bioavtur Berbahan Minyak Jelantah
Salah satu program unggulan KPI adalah Masyarakat Mandiri Kutawaru (MAMAKU) di Cilacap. Program ini melibatkan warga dalam kegiatan konservasi mangrove, pengelolaan sampah, budidaya ikan, dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Program MAMAKU juga melahirkan unit usaha Kampung Kepiting, yang kini dikelola oleh warga Kutawaru, mayoritas mantan nelayan dan pekerja migran,” kata Hermansyah, Selasa, (14/5/2025).
Kampung Kepiting kini menjadi destinasi kuliner laut yang cukup populer di Cilacap. Omzet bulanan usaha ini disebut mencapai puluhan juta rupiah dan memberi dampak langsung pada peningkatan ekonomi warga.
Tahun ini, KPI akan mengembangkan MAMAKU melalui penguatan aspek edukatif dan ekonomi, termasuk pengembangan eduwisata Kampoeng Kepiting, pengelolaan bank sampah, integrasi pusat pelatihan pertanian (P4S), hingga pembentukan pasar komunal Pasar AMARTA.
Selain di Cilacap, KPI juga menjalankan program Pemberdayaan Teman Istimewa (PERINTIS) di Indramayu. Program ini menyasar kelompok disabilitas tuna rungu melalui pendirian unit usaha Kedai Kopi Teman Istimewa.
“Program PERINTIS telah mengubah kehidupan mereka yang sebelumnya jauh dari kata berdaya. Kini mereka memiliki pekerjaan dan penghasilan yang lebih baik,” ujar Hermansyah.
Tahun ini, KPI mengarahkan program PERINTIS untuk menciptakan wirausaha mandiri di kalangan barista dan penyandang disabilitas lainnya.
Selain itu, perusahaan juga mendorong layanan publik yang inklusif dengan pelatihan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) bagi petugas, serta integrasi Al-Qur’an Bahasa Isyarat dalam kurikulum Sekolah Luar Biasa (SLB).
“Program-program ini bukan untuk menciptakan ketergantungan, tetapi untuk membangun kemandirian masyarakat,” kata Hermansyah. ***