Ecobiz.asia — Kementerian Kehutanan menindak 11 entitas usaha yang diduga melakukan pelanggaran tata kelola kehutanan dan berkontribusi terhadap bencana banjir dan tanah longsor di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum), Kemenhut pada Rabu (10/12/2025) kembali menyegel tiga Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) di Tapanuli Selatan, yakni PHAT JAS, PHAT AR, dan PHAT RHS.
Tim juga melakukan verifikasi lapangan dan olah TKP di lokasi dua korporasi, PT TBS/PT SNP dan PLTA BT/PT NSHE.
“Total subjek hukum yang telah disegel dan/atau diverifikasi lapangan berjumlah 11 entitas, terdiri atas empat korporasi dan tujuh PHAT,” kata Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam keterangan resmi, Rabu (10/12/2025).
Empat korporasi tersebut yakni PT TPL, PT AR, PT TBS/PT SNP, dan PLTA BT/PT NSHE. Adapun tujuh PHAT yang ditindak adalah JAM, AR, RHS, AR, JAS, DHP, dan M.
Menurut hasil pendalaman penyidik, sejumlah pihak diduga melakukan pemanenan atau pemungutan hasil hutan tanpa hak di dalam kawasan hutan, sebagaimana diatur Pasal 50 ayat (2) huruf c UU 41/1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman pidana hingga lima tahun penjara dan denda maksimal Rp3,5 miliar.
Kemenhut menyebutkan perusakan ekosistem hutan di wilayah itu berpotensi memicu bencana hidrometeorologi, termasuk banjir dan longsor yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Barang Bukti
Di salah satu lokasi, PHAT JAM, petugas menemukan sejumlah barang bukti dugaan aktivitas ilegal, berupa sekitar 60 batang kayu bulat, 150 batang kayu olahan, satu unit ekskavator PC 200, satu buldoser rusak, satu truk pelangsir kayu rusak, dua mesin belah, satu mesin ketam, dan satu mesin bor.
Temuan tersebut didalami terkait kasus empat truk bermuatan kayu dari lokasi PHAT JAM yang sebelumnya diamankan tanpa dokumen sah.
Tim PPNS Ditjen Gakkum kini berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan untuk mengamankan barang bukti. “Kami berharap pemerintah daerah mendukung penuh penegakan hukum, karena dampak kejahatan ini sangat serius dan mengancam keselamatan masyarakat,” ujar Raja Juli.
Direktur Jenderal Gakkum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho mengatakan penyidik akan mendalami motif dan jaringan pelaku bersama Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Penanganan unsur pidana lingkungan akan dilakukan Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup.
“Tidak menutup kemungkinan penyidikan dikembangkan ke pihak-pihak yang turut menikmati keuntungan dari kejahatan ini. Tindak pidana pencucian uang dapat digunakan sebagai instrumen pelengkap,” katanya.
Dalam proses penyidikan, Ditjen Gakkum telah memanggil 12 subjek hukum untuk dimintai keterangan. Sampai 10 Desember 2025, enam di antaranya telah hadir, terdiri dari tiga korporasi (PT AR, PT MST, dan PBPH PT TN) serta tiga PHAT (A, AR, dan RHS). Sementara PT TPL dan PLTA BT/PT NSHE meminta penjadwalan ulang.
Kemenhut menegaskan proses penegakan hukum akan terus diperkuat untuk memastikan seluruh pelanggaran ditindak sesuai ketentuan. ***


