Ecobiz.asia – Delegasi Republik Indonesia menegaskan komitmennya memperjuangkan mekanisme pasar karbon global yang adil, inklusif, dan berbasis ilmu pengetahuan dalam pembahasan Pasal 6.4 Perjanjian Paris pada Sidang CMA7 Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) di Belém, Brasil.
Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Perubahan Iklim, Haruni Krisnawati, yang mewakili Delegasi Indonesia, menyampaikan intervensi bahwa mekanisme Pasal 6.4 harus memastikan integritas lingkungan berjalan seimbang tanpa mengorbankan partisipasi negara berkembang, khususnya bagi sektor berbasis alam seperti kehutanan, gambut, dan mangrove.
“Indonesia mendukung integritas lingkungan, tetapi aturan yang terlalu kaku—seperti penyesuaian otomatis baseline atau standar kebocoran global—berpotensi menegasikan inisiatif berbasis alam yang justru menjadi tulang punggung mitigasi perubahan iklim,” ujar Haruni dalam sidang yang berlangsung pada Selasa (11/11/2025).
Dalam forum tersebut, Indonesia menilai penurunan baseline tahunan otomatis sebesar satu persen dapat membuat proyek berbasis alam seperti REDD+, restorasi, dan karbon biru menjadi tidak layak secara ekonomi.
Karena itu, Indonesia mendorong agar penilaian kebocoran dilakukan dengan pendekatan yang berbasis sains dan realistis, serta disesuaikan dengan karakteristik kegiatan kehutanan dan lahan.
Delegasi Indonesia juga menegaskan pentingnya agar aturan pascakrediting dan alat penilaian risiko tidak menegasikan kegiatan berbasis lahan, termasuk kehutanan dan ekosistem pesisir. Selain itu, Indonesia mengusulkan agar proses konsultasi diperpanjang dan melibatkan Masyarakat Adat serta Komunitas Lokal secara bermakna, sekaligus mendorong agar rapat Methodological Expert Panel (MEP) dilakukan secara terbuka demi menjamin transparansi.
Dalam kesempatan itu, Indonesia juga menyerukan penguatan pendanaan untuk peningkatan kapasitas dan alih teknologi agar negara-negara berkembang dapat berpartisipasi aktif dalam mekanisme pasar karbon.
Sebagai negara kepulauan megadiversitas, Indonesia menegaskan pentingnya solusi berbasis alam dan karbon biru sebagai bagian dari upaya global mencapai target mitigasi perubahan iklim.
Haruni menambahkan bahwa posisi Indonesia dalam perundingan Pasal 6.4 sejalan dengan agenda strategis FOLU Net Sink 2030, yang menargetkan sektor kehutanan dan penggunaan lahan menjadi penyerap karbon bersih pada tahun 2030.
“Perjuangan ini harus terus disuarakan. Indonesia akan terus memperjuangkan aturan yang seimbang, dapat diterapkan, dan menjamin keadilan bagi semua pihak, terutama bagi negara-negara berkembang yang berkontribusi besar terhadap iklim dunia,” tegas Haruni.
Sidang CMA7 COP30 masih akan berlanjut untuk membahas dan menyepakati rekomendasi lanjutan dari Badan Pengawas Mekanisme Pasal 6.4. ***




