Ecobiz.asia — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan lembaga pengembang standar karbon internasional Gold Standard menunjuk delapan organisasi untuk berpartisipasi dalam pilot programme di bawah Mutual Recognition Agreement (MRA). Langkah ini menjadi tahap penting dalam upaya mengintegrasikan pasar karbon sukarela Indonesia dengan standar internasional.
Pengumuman tersebut disampaikan dalam sesi Seller Meet Buyer di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP30 UNFCCC di Belém, Selasa (11/11/2025). Acara dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Wakil Menteri Bidang Perubahan Iklim dan Tata Kelola Karbon Ary Sudijanto, serta CEO Gold Standard Margaret Kim.
Delapan organisasi yang ditunjuk adalah Ecosecurities, Fairatmos, Kosher Climate India Private Limited, PT Biru Karbon Nusantara, Rize Pte Ltd, South Pole, Star Energy Geothermal, dan Value Network Ventures Pte Ltd (VNV).
Organisasi-organisasi tersebut mengembangkan atau mengelola proyek bersertifikat Gold Standard di sektor energi, pertanian, dan kehutanan, dengan potensi pengurangan emisi tahunan mencapai lebih dari 800.000 ton CO₂ ekuivalen (tCO₂e).
MRA antara KLH dan Gold Standard ditandatangani pada Mei 2025, kemudian dilanjutkan dengan penerbitan panduan operasional bagi pengembang proyek pada Oktober. Pilot programme ini akan menerapkan dan menguji panduan tersebut, di mana para peserta akan memberikan umpan balik untuk menyempurnakan proses sertifikasi dan memastikan keselarasan antara sistem karbon nasional dan internasional.
CEO Gold Standard Margaret Kim memuji kepemimpinan Indonesia dalam membangun pasar karbon berintegritas tinggi.
“Saya ingin mengucapkan selamat kepada Menteri Nurofiq atas kepemimpinannya yang luar biasa. Saya sangat terkesan dengan kemajuan yang dicapai Indonesia dalam mengembangkan pasar karbon yang berintegritas tinggi, dapat diskalakan, dan mudah diakses,” ujar Kim.
Kim juga menyebut bahwa Gold Standard saat ini memiliki 29 proyek terdaftar di Indonesia, yang secara kolektif telah menerbitkan lebih dari 4,5 juta kredit karbon.
“Proyek-proyek ini tersebar di perkotaan, pedesaan, dan wilayah pesisir Indonesia — memulihkan ekosistem mangrove, membangun pembangkit energi terbarukan, serta meningkatkan pengelolaan limbah. Selain menurunkan emisi, proyek-proyek ini juga menciptakan lapangan kerja, memperkuat kesetaraan gender, dan meningkatkan sanitasi,” tambahnya.
Kim menegaskan, pilot programme ini akan menjadi platform formal bagi para pelaku awal untuk memberikan masukan terstruktur kepada Gold Standard dan pemerintah Indonesia.
“Delapan organisasi ini akan membentuk kelompok kerja untuk memastikan transisi proyek berjalan lancar dan transparan. Kami merasa terhormat menjadi bagian dari perjalanan ini dan menantikan hasil yang sukses dari pilot program ini,” ujar Kim.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam sambutannya pada sesi Seller Meet Buyer menekankan kerja sama Indonesia dengan berbagai lembaga penerbit kredit karbon internasional melalui kerangka MRA.
Dia menjelaskan, KLH telah membangun kerangka tata kelola yang kuat dan menandatangani perjanjian pengakuan bersama (mutual recognition agreement) dengan sejumlah lembaga kredit independen termasuk Gold Standard, Plan Vivo, Global Carbon Council (GCC), Verra, dan Puro Earth sebagai fondasi transaksi karbon yang kredibel, berintegritas tinggi, dan diakui secara global.
“Indonesia telah mengambil langkah strategis untuk memperkuat peluang perdagangan karbon,” kata Hanif. ***




