Ecobiz.asia — Produsen otomotif asal Jepang Toyota Motor Corporation berencana menanamkan investasi di Indonesia untuk mengembangkan industri bioetanol bekerja sama dengan Pertamina Pertamina.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi bersama Indonesia–Jepang untuk memperkuat ketahanan energi dan mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.
Rencana kerja sama tersebut diungkap dalam pertemuan Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu dengan CEO Toyota Asia Region Masahiko Maeda di Tokyo, Jumat (7/11/2025), disertai kunjungan ke fasilitas riset Research Association of Biomass Innovation for Next Generation Automobile Fuels (RABIT) di Fukushima.
Toyota merupakan kontributor terbesar dalam asosiasi riset tersebut yang mengembangkan teknologi bahan bakar hijau, termasuk bioetanol generasi kedua berbasis biomassa non-pangan.
Menurut Todotua, Toyota akan menggandeng Pertamina untuk membangun pabrik bioetanol di Lampung dengan kapasitas produksi awal 60.000 kiloliter per tahun dan nilai investasi sekitar Rp2,5 triliun.
Proyek ini akan melibatkan petani dan koperasi lokal sebagai penyedia bahan baku seperti tebu, singkong, sorgum, padi, hingga limbah pertanian lainnya, serta terintegrasi dengan fasilitas energi bersih Pertamina, seperti geothermal dan hidrogen plant.
“Sebagai bagian dari strategi menekan impor BBM yang masih tinggi, pemerintah telah menetapkan kebijakan mandatory blending bioetanol 10 persen (E10) mulai 2027. Dengan kebutuhan bahan bakar nasional mencapai lebih dari 40 juta kiloliter per tahun, Indonesia membutuhkan sekitar 4 juta kiloliter bioetanol. Karena itu, pembangunan pabrik pendukung harus dimulai sekarang,” ujar Todotua.
Ia menambahkan, Toyota menjadi salah satu mitra strategis yang melihat peluang besar di sektor ini karena telah mengembangkan kendaraan berbahan bakar bioetanol di banyak negara.
“Rencana investasi Toyota di Indonesia akan menjadi tonggak penting dalam pengembangan biofuel generasi berikutnya. Indonesia memiliki keunggulan sumber daya alam dan tenaga kerja, sementara Jepang memiliki keunggulan teknologi. Kombinasi ini akan menghasilkan dampak nyata bagi ketahanan energi dan ekonomi hijau nasional,” kata Todotua.
Menurutnya, pembangunan industri bioetanol sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong swasembada energi, hilirisasi sumber daya alam, dan pertumbuhan ekonomi hijau di dalam negeri.
Teknologi bioetanol yang dikembangkan Toyota melalui RABIT memanfaatkan multi-feedstock dari berbagai limbah pertanian. Teknologi ini dinilai sangat cocok dengan kondisi agrikultur Indonesia yang beragam dan potensial dikembangkan secara berkelanjutan.
“Kami sudah berdiskusi dengan RABIT bahwa teknologi generasi kedua ini dapat memanfaatkan berbagai jenis limbah pertanian, sehingga cocok diterapkan di Indonesia. Ke depan, kolaborasi riset dan investasi ini akan membantu mendorong ekonomi daerah serta membuka lapangan kerja baru,” ujar Todotua.
Pemerintah menargetkan pembentukan perusahaan patungan (joint venture) antara Toyota dan Pertamina pada awal 2026, setelah dilakukan joint study dan site visit ke Lampung pada akhir tahun ini. Langkah ini diharapkan menjadi model pengembangan energi hijau berbasis sumber daya lokal yang dapat direplikasi di wilayah lain. ***




