Ecobiz.asia — Serikat Pekerja (SP) PLN menggugat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.
Gugatan tersebut menilai kebijakan pemerintah lebih mengutamakan swasta daripada PLN dalam penyediaan listrik nasional.
Sidang pemeriksaan persiapan digelar di Ruang Kartika PTUN Jakarta pada Rabu (24/9/2025), dengan gugatan teregister Nomor Perkara 315/G/2025/PTUN.JKT. SP PLN menggugat Keputusan Menteri ESDM Nomor 188.K/TL.03/MEM.L/2025 tanggal 26 Mei 2025 tentang pengesahan RUPTL 2025–2034.
Kuasa hukum penggugat, Redyanto Sidi dan Ramadianto, menyebut gugatan diajukan setelah upaya administrasi pada 21 Agustus 2025 tidak mendapat respons.
“Hari ini agendanya pemeriksaan persiapan, sidang berikutnya dijadwalkan 3 Oktober 2025,” ujar Redyanto.
Ketua Umum DPP SP PLN M. Abrar Ali menilai RUPTL 2025–2034 bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 39/PUU-XXI/2023 yang menegaskan PLN tidak boleh diprivatisasi. Menurutnya, porsi pembangkit listrik swasta dalam RUPTL mencapai 73% dengan nilai Rp1.566,1 triliun.
“RUPTL ini menghidupkan kembali skema unbundling dan lebih mengutamakan Independent Power Producer (IPP) dibanding PLN. Hal ini bertentangan dengan amanah Pasal 33 UUD 1945,” kata Abrar.
SP PLN menyatakan gugatan ini merupakan bentuk tanggung jawab untuk mengawal putusan MK sekaligus memperjuangkan kedaulatan negara dalam sektor ketenagalistrikan. ***