Roma – Indonesia meluncurkan buku status hutan The State of Indonesia’s Forest (SOIFO) 2024 pada The 9th World Forest Week yang bertepatan dengan The 27th Session of the Committee on Forestry (COFO 27) di Kantor Pusat Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia, FAO, Roma, Italia, Selasa, 23 Juli 2024.
Pada momen tersebut, Sistem Monitoring Hutan Nasional (SIMONTANA) Indonesia juga menjadi salah satu sorotan.
Buku SOIFO yang dipublikasikan pertama kali ditahun 2018 dan diperbaharui setiap dua tahun ini, berisikan data dan informasi terkini mengenai kondisi hutan Indonesia.
Baca juga: FAO Terbitkan SOFO 2024, Menteri LHK Sebut Deforestasi Indonesia Menurun
SOIFO 2024 memiliki tema ‘Towards Sustainability of Forest Ecosystems in Indonesia” meliputi upaya terus menerus KLHK untuk melakukan pelestarian ekosistem hutan di Indonesia. Mulai dari pembibitan, penanaman, hingga pemanfaatan secara lestari dan berkesinambungan.
Selain menyajikan data dan informasi terkini mengenai kondisi hutan Indonesia, SOIFO 2024 juga memberikan analisis mendalam tentang tantangan dan peluang dalam pengelolaan hutan di masa depan, juga inovasi-inovasi yang terus ditingkatkan dalam mengelola hutan di Indonesia, seperti pelaporan real time hotspot, sistem monitoring hutan nasional (SIMONTANA), penyederhanaan perizinan, dan lain-lain.
Wakil Direktur Jenderal FAO, Maria Helena M.Q. Semedo, mengapresiasi langkah Indonesia menerbitkan SOIFO 2024 dan memperkenalkan SIMONTANA di event COFO 27 kali ini.
Sebagai pemilik hutan terluas di dunia, ia meyakini jika aset hutan di Indonesia penting sebagai sumber kekayaan alam bangsa sekaligus juga bagian dari kekayaan keanekaragaman hayati global.
“Saya senang bahwa Indonesia telah mengembangkan sistem pemantauan Hutan Nasional Inovatif yang dikenal sebagai SIMONTANA sebagai menteri sangat penting untuk menginformasikan perencanaan strategis nasional mereka juga memungkinkan negara-negara untuk secara transparan memenuhi komitmen pelaporan Internasional,” ujar Semedo.
Ia juga menyambut positif perkembangan pengelolaan hutan di Indonesia yang semakin baik yang ditandai dengan menurunnya angka deforestasi nasional secara signifikan dalam dua dekade terakhir dan terus dijaga secara baik hingga saat ini.
“Sangat menyenangkan melihat bahwa Indonesia telah mencapai kemajuan yang sangat pesat, dan kami senang bahwa kemajuan ini dapat dilacak secara transparan dengan menggunakan instrumen-instrumen yang inovatif,” ujarnya.
Ia pun berujar jika FAO telah dan masih akan terus menjadi pendukung besar pemantauan dan kelestarian hutan.
Ia menegaskan komitmen FAO untuk melanjutkan kerja sama jangka panjang dengan Pemerintah Indonesia melalui KLHK untuk mengurangi deforestasi, pengelolaan lahan gambut dan bakau berkelanjutan, dan bioekonomi berkelanjutan.
Sementara itu Menteri LHK, Siti Nurbaya berterimakasih atas apresiasi FAO atas upaya-upaya serius Indonesia mengelola sektor kehutanan secara berkelanjutan.
Ia melanjutkan jika dirinya pun sangat bangga karena secara resmi bisa meluncurkan Publikasi Keadaan Hutan Indonesia 2024/SOIFO 2024, yang serupa dengan SOFO 2024 milik FAO dalam konteks Indonesia.
“Saya menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan publikasi ini, termasuk FAO yang telah memberikan masukan dan arahan teknis yang relevan,” ujarnya.
Selaras dengan itu, Julian Fox Ketua Tim Pemantauan Hutan dan Platform Data FAO yang menjadi salah satu pembicara dalam sesi ini menyampaikan jika FAO akan terus memperkuat kerjasama dengan Indonesia.
“Kerjasama Indonesia dan FAO di bidang pemantauan hutan sudah berlangsung sejak Tahun 1990-an dan akan terus diperkuat kedepannya,” ujarnya.
Ia menyanjung jika SIMONTANA merupakan salah satu contoh Sistem Pemantauan Hutan Nasional yang komprehensif di dunia dan sesuai dengan standar dan prinsip internasional pemantauan hutan, yaitu Pedoman Pemantauan Hutan Nasional (Voluntary Guidelines on National Forest Monitoring/VGNFM) yang dipublikasikan FAO pada tahun 2017.
Dengan digunakannya teknologi penginderaan jauh yang menjadi dasar sistem pemantauan hutan di dunia termasuk juga SIMONTANA milik Indonesia, maka akan jelas terlihat fakta perubahan penutupan hutan disetiap periode waktu. Akibatnya dapat dibuktikan terjadinya penurunan angka deforestasi seperti di Indonesia yang akhirnya diakui secara global.
Hal ini selaras dengan pernyataan dari Prof. Matthew Hansen dari University of Maryland yang juga menjadi pembicara dalam sesi ini.
Dia mengungkapkan jika berdasarkan catatan satu dekade terakhir (2014-2023) dari hasil pemantauan hutan secara global, tergambar tren peningkatan deforestasi di negara-negara yang mempunyai hutan tropis luas, seperti di Brazil, Kongo, dan Bolivia yang merupakan tiga rekor terbesar.
Baca juga: SOFO 2024, Laporan Terbaru FAO Ungkap Perubahan Iklim Bikin Tekanan pada Hutan Meningkat
Namun secara mengejutkan, data deforestasi di Indonesia menggambarkan tren penurunan deforestasi sebagai kebalikan dari tren global.
Keberadaan SIMONTANA juga didukung oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo yang juga menjadi pembicara.
Indroyono mengatakan SIMONTANA sebagai penyedia data spasial sumberdaya hutan sudah dimanfaatkan oleh pihak swasta kehutanan pemegang konsesi hutan alam dan hutan tanaman untuk berbagai keperluan pengelolaan di tingkat unit pengelolaan (tapak), khususnya dalam mendukung target-target pencapaian FoLU Net Sink 2030 Indonesia.
Termasuk untuk perencanaan pengelolaan hutan; inventarisasi gambut; pemantauan penanaman dan produksi; pemantauan terhadap hutan lindung termasuk kebakaran hutan dan lahan, serta aksi-aksi mitigasi seperti rehabilitasi hutan dan lahan. ***