Ecobiz.asia — Tim gabungan penegakan hukum kehutanan memusnahkan sekitar 98,8 hektare kebun kelapa sawit ilegal di dalam kawasan Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS), Provinsi Jambi. Penertiban dilakukan dalam operasi terpadu selama tujuh hari, 4–10 Desember 2025.
Operasi tersebut melibatkan Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Balai Taman Nasional Berbak Sembilang, TNI, Polri, pemerintah daerah, serta Masyarakat Mitra Polhut. Sebanyak 51 personel dikerahkan untuk memastikan penertiban berjalan aman dan efektif.
Lokasi pemusnahan berada di Resor Sungai Rambut, SPTN Wilayah I TNBS, Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Kawasan konservasi tersebut diketahui mengalami perambahan dan alih fungsi menjadi kebun sawit ilegal dalam dua tahun terakhir.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Sumatera, Hari Novianto, mengatakan penertiban ini merupakan bagian dari upaya menjaga integritas kawasan konservasi dan menindak tegas perambahan hutan.
“Penanganan kasus ini merupakan wujud nyata kolaborasi antara Gakkum Kehutanan dan Balai Taman Nasional Berbak Sembilang. Kami telah memerintahkan penyidik untuk terus mengembangkan kasus ini, termasuk menelusuri keterlibatan pihak lain dan pemodal di balik aktivitas perambahan,” ujar Hari, Selasa (16/12/2025).
Ia menambahkan, sebelumnya penyidik Gakkum Kehutanan telah memproses hukum dua orang tersangka terkait aktivitas ilegal di lokasi yang sama, dan kasusnya masih dalam tahap penyidikan.
Sementara itu, Komandan Brigade Mako Jambi, Beth Venri, menegaskan bahwa pemusnahan dilakukan secara terukur menggunakan alat manual seperti chainsaw, parang, dan dodos, serta aplikasi bahan pengering tanaman untuk mematikan sawit ilegal yang berusia sekitar satu hingga dua tahun.
“Langkah ini menjadi pesan tegas bahwa negara tidak akan membiarkan perusakan ekosistem rawa gambut demi keuntungan sepihak. Taman Nasional Berbak merupakan kawasan gambut penting dan habitat berbagai satwa liar dilindungi,” katanya.
Menurut Beth, perambahan sawit ilegal di lahan gambut tidak hanya merusak struktur ekosistem, tetapi juga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan yang sulit dikendalikan.
Penindakan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Pelaku perambahan hutan terancam pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp7,5 miliar. Selain itu, kegiatan perkebunan tanpa izin di dalam kawasan hutan juga melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. ***


