Sinergi Pemenuhan Komitmen Lingkungan Global dengan Kebijakan Energi  Nasional di Kawasan Tropical Rainforest Heritage of Sumatra

MORE ARTICLES

Ecobiz.asia – Pemerintah Indonesia telah berkomitmen melalui Conference of Parties (COP) ke-21  tahun 2015 untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% dari kemampuan sendiri dan sebesar 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030  yang dituangkan dalam Paris Agreement dan telah diratifikasi melalui Undang-Undang 16/2016 tentang Persetujuan Paris atau Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Perubahan Iklim. 

Kontribusi sektor energi terhadap penurunan emisi GRK nasional ditargetkan sebesar 38%, kontribusi subsektor Energi Baru Terbarukan (EBT) mencapai 54,3% dari target tersebut. Pembangkit listrik panas bumi sebagai salah satu aksi mitigasi penurunan emisi GRK ditargetkan menyumbang 55,5%, terbesar dibandingkan aksi mitigasi lainnya pada subsektor EBT.

Peluang penyediaan listrik dari EBT cukup besar dan dapat meyumbang sekitar 20% dari kebutuhan energi nasional secara keseluruhan. Peraturan Presiden 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) mengamanatkan pengembangan panas bumi berkontribusi sebesar 23% dari bauran energi nasional pada tahun 2025 yang diturunkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dengan target pengembangan panas bumi sebesar 7.241,5 MW. Namun saat ini kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi baru mencapai sekitar 1.948,5 MW dari total sumber daya panas bumi sekitar 25.386,5 MW.

Baca juga: Ada Kesepakatan Pengembangan Panas Bumi INPEX-PLN di IJEF ke-8, RI-Jepang Erat Kerja Sama Capai Net Zero Emission

KEN juga sejalan dengan tujuan ke-7 Target Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals Indonesia dalam rangka menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua lapisan masyarakat.

Read also:  Budaya Sadar Sampah di Eropa Barat

Pulau Sumatera memiliki potensi panas bumi sebesar 10.465 MW (hampir 50% potensi panas bumi di Indonesia) dan sebesar 2.558 MW (24.4%) berada pada kawasan warisan alam dunia Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) yang ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 2004 dan masuk dalam daftar World Heritage in Danger sejak tahun 2011. 

Kawasan TRHS terdiri dari tiga Taman Nasional yaitu Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Karakteristik sumber daya panas bumi yang berada di kawasan TRHS memiliki sumber panas dengan entalpi (temperatur dan tekanan) tinggi yang layak dan paling ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber energi listrik karena berada dalam aktivitas vulkanik cincin gunung api (ring of fire) dibandingkan dengan kawasan hutan lainnya di Indonesia.

Pengembangan panas bumi di kawasan TRHS diperkirakan akan memberikan kontribusi dalam penyediaan listrik di Pulau Sumatera sebesar 1.265 MW dengan nilai   investasi mencapai 6,3 miliar dolar AS yang mengonversi penyediaan bahan bakar minyak 21,84 Setara Barel Minyak (SBM) senilai Rp 24,4 triliun per tahun. Panas bumi berkontribusi terhadap penurunan emisi GRK sebesar 6,89 juta ton CO2 per tahun dan penerimaan negara sekitar Rp 5,3 triliun per tahun berupa pajak, PNBP dan bonus produksi. 

Baca juga: PGE Tekankan Peran Panas Bumi Sebagai Katalisator Utama Transisi Energi dan Solusi Krisis Iklim

Read also:  Dari Hutan ke Diplomasi: Bagaimana CEPA Mengubah Wajah Sawit Indonesia

Sementara itu, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) hanya membutuhkan lahan yang tidak luas, yaitu sekitar 1.209 Hektare atau 0,046% dari total kawasan TRHS seluas 2,6 juta Hektare dan hanya sekitar 0,023% dari total warisan alam dunia di Indonesia seluas 5,2 juta Hektare. Sumber daya panas bumi di kawasan TRHS umumnya telah berada pada zona pemanfaatan.

Pengembangan panas bumi tidak dapat dilakukan di dalam kawasan warisan dunia sebagaimana diatur dalam Operational Guidelines for the Implementation of the World Heritage Convention karena masih dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan. Namun mengacu pada Undang-Undang 21/2014 tentang Panas Bumi dan Peraturan Pemerintah 108/2015 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, pengembangan panas bumi dapat dilaksanakan pada zona pemanfaatan kawasan Taman Nasional melalui mekanisme jasa lingkungan kawasan konservasi.

Pengembangan panas bumi di kawasan TRHS perlu dilakukan secara berkelanjutan dalam upaya untuk memenuhi komitmen global dan mempertimbangkan dampak terhadap biodiversitas sehingga tidak berpengaruh terhadap penurunan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna serta ekosistem lainnya. 

Dampak lingkungan pengembangan panas bumi di kawasan TRHS terhadap kelestarian nilai kunci kawasan seperti keberadaan habitat empa) satwa kunci (Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Badak Sumatera, dan Orang Utan Sumatera) dan 2 dua flora kunci (Rafflesia Arnoldi dan bunga tertinggi Amorphophallus Titanum) dapat dimitigasi melalui program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup termasuk penerapan environmental engineering dengan dukungan data dan informasi yang mencakup tutupan lahan, kondisi, lokasi flora dan fauna sebagai nilai kunci di kawasan TRHS.

Read also:  Menghidupkan Kembali Karet Nusantara: Dari Komoditas Terlupakan Menuju Simbol Ekonomi Hijau Indonesia

Pengalaman Indonesia dalam pengembangan panas bumi telah membuktikan kegiatan operasional panas bumi tidak berdampak penting terhadap biodiversitas dan dapat bersinergi dengan lingkungan karena telah sesuai dengan baku mutu pengelolaan lingkungan hidup yang dipersyaratkan dalam AMDAL dan Environmental Impact Assessment (EIA)/Environmental and Social Impact Assessment (ESIA) serta memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan lingkungan berupa bonus produksi, penyediaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pemulihan ekosistem kawasan hutan. 

Baca juga: Pertamina Gandeng Genvia Kembangkan Hidrogen Hijau dari Panas Bumi Lewat Teknologi SOEL

Praktik pemanfaatan panas bumi di Indonesia telah terbukti dapat dilaksanakan di kawasan konservasi secara lestari hingga saat ini seperti pada PLTP Kamojang sejak 1983 dan PLTP Salak sejak 1994. Rencana pemanfaatan panas bumi dapat dilaksanakan dengan tetap menjaga komitmen terhadap World Heritage Convention dalam mengelola nilai penting kawasan TRHS sebagai Warisan Dunia.

Pemerintah Indonesia terus berkomitmen dalam pelestarian kawasan TRHS dan Paris  Agreement melalui pengembangan energi panas bumi sebagai aksi mitigasi penurunan emisi GRK Nasional sekaligus pencapaian target KEN. Pemerintah perlu menyampaikan posisi Indonesia kepada World Heritage Committee terkait rencana pengembangan panas bumi di kawasan TRHS dalam rangka memenuhi kebutuhan energi untuk mencapai target bauran energi nasional. ***

Oleh: Taufik Syamsudin (Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam & Lingkungan IPB)

TOP STORIES

MORE ARTICLES

Dari Hutan ke Diplomasi: Bagaimana CEPA Mengubah Wajah Sawit Indonesia

  Oleh: Diah Suradiredja (Peneliti kebijakan dan kandidat doktor di bidang tata kelola lingkungan dan perdagangan internasional) Ecobiz.asia - Perjanjian perdagangan antara Uni Eropa dan Indonesia...

Transformasi Penyuluhan Kehutanan di Tengah Wacana Penarikan Penyuluh ke Pusat

Oleh: Dr. Eka W. Soegiri Ecobiz.asia - Wacana penarikan penyuluh kehutanan dari daerah ke pusat saat ini tengah mencuat. Gagasan ini mencerminkan keinginan untuk...

Perpres 110/2025: Menakar Nilai Ekonomi Karbon sebagai Mesin Pertumbuhan Hijau Indonesia

Oleh: Jerry Marmen (Founder Asosiasi Penggiat Karbon dan Bisnis Berkelanjutan/Atkarbonist) Ecobiz.asia - Indonesia baru saja melangkah ke fase penting dalam pembangunan berkelanjutan. Terbitnya Peraturan Presiden...

Budaya Sadar Sampah di Eropa Barat

Oleh: Pramono Dwi Susetyo (Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Ecobiz.asia - Menteri Lingkungan Hidup kabinet Merah Putih era Prabowo–Gibran tampaknya menjadikan penanganan...

Menghidupkan Kembali Karet Nusantara: Dari Komoditas Terlupakan Menuju Simbol Ekonomi Hijau Indonesia

Oleh: Diah Suradiredja (Pemerhati perdagangan komoditas berkelanjutan) Ecobiz.asia - Di tengah gegap gempita wacana sawit berkelanjutan dan ekspor nikel hijau, ada satu komoditas lama yang...

TOP STORIES

Menteri LH Beberkan Pasar Karbon Berintegritas Kepada Investor Global di Forum Sustainable Business COP30

Ecobiz.asia — Pemerintah Indonesia menegaskan komitmen untuk memimpin kerja sama global dalam membangun pasar karbon berintegritas tinggi sebagai solusi menuju ekonomi hijau berkelanjutan. Menteri Lingkungan...

Indonesia, UK Strengthen Climate Cooperation, Including Carbon Trading and Low-Emission Development

Ecobiz.asia — Indonesia and the United Kingdom have signed a memorandum of understanding (MoU) on climate cooperation to accelerate the transition toward a low-emission...

World Leaders Applaud Indonesia’s Inclusive Climate Commitment at COP30

Ecobiz.asia — Indonesia’s national statement delivered at the COP30 Leaders Summit in Belém, Brazil, has drawn admiration from the international community, Forestry Minister Raja...

Indonesia’s Forestry Delegation, Verra Discuss Carbon Market Opportunities Ahead of COP30 in Belém

Ecobiz.asia — Indonesia’s forestry delegation to the upcoming UN Climate Change Conference (COP30) in Belém, Brazil, held a meeting with Verra to discuss ways...

Resmi! Pengalihan Penyuluh dari Daerah ke Pusat, Lihat Daftarnya di Sini

Ecobiz.asia - Pemerintah secara resmi melakukan pengalihan penyuluh dari pada Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota ke Pemerintah Pusat. Sebanyak 30.318 orang penyuluh menjadi bagian dari tahap...