Ecobiz.asia – Indonesia menegaskan bahwa Konferensi Perubahan Iklim COP30 harus menjadi titik balik bagi implementasi nyata Perjanjian Paris, bukan sekadar rangkaian janji politik.
Seruan itu disampaikan pada sesi penutupan COP30 di Belém, Brasil, Minggu (23/11/2025), yang menutup rangkaian perundingan iklim global selama dua pekan.
Delegasi Indonesia, yang dipimpin Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), menekankan bahwa negara-negara berkembang membutuhkan dukungan pendanaan berbasis hibah, akses teknologi yang terjangkau, dan peningkatan kapasitas untuk dapat menjalankan komitmen iklim secara efektif.
“Implementasi tanpa dukungan nyata adalah retorika. Kami menuntut pendanaan hibah, transfer teknologi, dan mekanisme yang adil agar negara berkembang dapat menerjemahkan komitmen menjadi aksi di lapangan,” ujar Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH, Ary Sudijanto.
Pada isu Global Goal on Adaptation (GGA), Indonesia menegaskan perlunya indikator yang sederhana, terukur, dan fleksibel agar tidak membebani negara berkembang secara administratif. Delegasi juga meminta pembahasan terminologi baru, seperti transformational adaptation, tidak menghambat penyusunan indikator yang dapat segera diterapkan di tingkat nasional.
Indonesia juga menyambut adopsi Belem Gender Action Plan (2026–2034) sebagai langkah penting untuk integrasi gender dalam kebijakan iklim global. Namun Indonesia menegaskan bahwa pelaksanaan rencana tersebut harus disesuaikan dengan proses nasional serta kerangka hukum domestik.
Pada agenda pendanaan, Indonesia kembali mendorong reformasi arsitektur keuangan internasional agar dukungan dapat diprediksi dan tidak menambah beban utang negara berkembang.
Indonesia menegaskan target pembiayaan iklim global sebesar 1,3 triliun dolar AS per tahun pada 2035, dengan alokasi sedikitnya 300 miliar dolar AS bagi negara berkembang, serta mendorong pelipatgandaan pendanaan adaptasi hingga 120 miliar dolar AS per tahun pada 2030.
Pada mekanisme pasar karbon Article 6, Indonesia menekankan pentingnya dukungan teknis untuk registri internasional dan transisi proyek CDM agar integritas pasar karbon global tetap terjaga.
Siap Lanjutkan Kepemimpinan Iklim
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa keputusan COP30 harus menjadi pijakan aksi nyata bagi semua negara.
“Keputusan COP30 harus melindungi masyarakat, memperkuat ketahanan nasional, dan memastikan transisi menuju pembangunan rendah karbon berlangsung adil, inklusif, dan berkelanjutan,” kata Hanif. ***




