Ecobiz.asia – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menetapkan tarif denda administratif baru bagi pelanggaran kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan untuk komoditas Nikel, Bauksit, Timah, dan Batubara.
Denda tertinggi diterapkan untuk pelanggaran pertambangan nikel sebesar Rp6,5 miliar per hektare. Komoditas bauksit dikenakan Rp1,7 miliar per hektare, timah Rp1,2 miliar per hektare, dan batubara Rp354 juta per hektare.
Dikutip dari siaran pers Kementerian ESDM, tarif denda ini merupakan instrumen penegakan hukum yang bertujuan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pemanfaatan sumber daya alam, sekaligus menanggulangi kerugian negara dan dampak lingkungan.
Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 yang ditandatangani Bahlil pada 1 Desember 2025, menindaklanjuti Pasal 43A Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2025 dan ditujukan untuk menertibkan aktivitas tambang ilegal maupun tambang berizin yang menyimpang.
Bunyi salah satu pasal Kepmen itu menyebut penetapan tarif denda didasarkan pada hasil kesepakatan Rapat Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Seluruh denda akan ditagih Satgas PKH dan dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor energi dan sumber daya mineral.
Bahlil menegaskan komitmen pemerintah untuk menindak tegas pelanggar aturan pertambangan, terutama yang merugikan masyarakat dan lingkungan. Ia juga memastikan pemerintah tidak akan ragu mencabut izin tambang yang tidak memenuhi standar.
“Kalau ada yang menjalankan tidak sesuai dengan aturan dan standar pertambangan, saya tidak segan-segan untuk mencabut,” ujarnya saat meninjau korban bencana hidrometeorologi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada Rabu (3/12/2025). *** (Putra Rama Febrian)


