Ecobiz.asia – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyusun proses bisnis perdagangan karbon pasca terbitnya Perpres Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional.
Ketua Kelompok Kerja Penyelenggaraan Sistem Registri Nasional (SRN) KLH/BPLH, Rully Dhora Carolyn, menjelaskan bahwa pada ketentuan lama, yaitu Perpres Nomor 98 Tahun 2021, proses bisnis dimulai dengan memasukkan data umum pada SRN yang dilanjutkan dengan memasukkan data teknis proyek karbon.
“Data teknis ini mencakup rancangan aksi serta pelaporan aksi,” kata dia saat Kelas Karbon yang diselenggarakan Akademi Transisi Energi IESR, Sabtu (25/10/2025).
Data tersebut kemudian divalidasi oleh lembaga validator untuk kemudian diverifikasi oleh lembaga verifikasi. Setelah direviu oleh tim MRV, maka Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) dapat diterbitkan. Sertifikat inilah yang dapat diperdagangkan di pasar karbon.
Rully lebih lanjut menjelaskan, SRN juga mengakomodasi skema-skema voluntary dengan adanya Mutual Recognition Agreement (MRA).
Lantas, bagaimana dengan proses bisnis perdagangan karbon berdasarkan Perpres 110/2025? Rully menjelaskan, berdasarkan Perpres 110/2025 akan ada dua kanal perdagangan karbon.
“Yaitu SPE-GRK dan non-SPE-GRK untuk mekanisme voluntary carbon market,” katanya.
Lebih lanjut, Rully menyatakan bahwa nantinya di setiap kanal dan mekanisme, setiap kementerian penanggung jawab sektor wajib mengetahui dan mencatat proyek karbon yang ada. Mereka juga memiliki kewenangan untuk menyatakan persetujuan atas suatu proyek apakah layak mendapatkan penerbitan unit karbon atau tidak.
Meski demikian, Rully menegaskan bahwa bagaimana proses bisnis yang pasti berdasarkan Perpres 110/2025 saat ini masih dalam pembahasan dan penataan.
Menurut dia, penting untuk menjaga agar proses bisnis perdagangan karbon nantinya tetap menjunjung prinsip Transparency, Accuracy, Consistency, Completeness, and Comparability (TACCC) sehingga Indonesia tetap memiliki kekuatan di pasar karbon global.
“Harapannya Indonesia tetap bisa menyatakan dirinya sebagai negara yang berhasil mempertahankan komitmennya dengan tidak melampaui tingkat emisi yang sudah kita komitmenkan,” katanya. ***





