Ecobiz.asia — Skema pendanaan internasional Just Energy Transition Partnership (JETP) kini menyiapkan komitmen sebesar Rp350 triliun untuk proyek energi terbarukan di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pendanaan JETP meningkat dari 20 miliar dolar AS pada 2022 menjadi 21,4 miliar dolar AS pada tahun ini.
Dana tersebut berasal dari International Partners Group (IPG) sebesar 11,4 miliar dolar AS dan 10 miliar dolar AS dari Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).
Menurut Airlangga, komitmen itu menjadi sinyal kepercayaan terhadap agenda transisi energi Indonesia. “Transisi energi telah menjadi bagian integral dari strategi pembangunan jangka panjang,” ujarnya saat rapat koordinasi perkembangan JETP yang digelar di Jakarta, Jumat (5/12/2025).
Hingga November 2025, pemerintah mencatat 3,1 miliar dolar AS telah berhasil dimobilisasi melalui JETP, sementara 5,5 miliar dolar AS lainnya tengah dalam tahap negosiasi. Inggris turut menyerahkan dua studi yang memuat langkah implementatif untuk memperkuat ketahanan ekonomi dan aspek inklusivitas dalam transisi energi.
Dalam rapat tersebut, pemerintah juga menyampaikan apresiasi kepada Jepang serta negara-negara pendukung IPG atas penyusunan JETP Progress Report 2025 yang kini memasuki tahap finalisasi.
Laporan itu akan menjadi dasar implementasi proyek-proyek transisi energi di bawah koordinasi JETP Delivery Unit yang dipimpin Jerman dan Jepang.
Pemerintah menyoroti dua proyek prioritas yang diproyeksikan memberi dampak signifikan: Green Energy Corridor Sulawesi (GECS) dan program dedieselisasi. Keduanya dinilai membutuhkan dukungan kuat dari mitra internasional dan lembaga keuangan.
Airlangga menyebut percepatan pelaksanaan JETP sebagai kunci pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC). “Task force ini akan mempercepat JETP 2.0 agar dana yang tersedia betul-betul bisa mempercepat arahan Presiden Prabowo,” kata dia.
Rapat tersebut dihadiri perwakilan negara anggota IPG, termasuk Jerman, Jepang, Denmark, Uni Eropa, Inggris, Kanada, serta lembaga keuangan internasional seperti ADB dan AFD, bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait. ***


