Ecobiz.asia — Indonesia dan Inggris meluncurkan Innovation and Technology Fund (ITF) sebagai instrumen pendanaan baru untuk mendorong investasi hijau dan inovasi teknologi yang mendukung ketahanan iklim.
Inisiatif ini diumumkan dalam acara peluncuran ITF, Pembaruan Dokumen Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) 2.0, dan Kajian Awal Dampak Perubahan Iklim terhadap Perpindahan Penduduk di Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy mengatakan ITF menegaskan arah pembangunan Indonesia menuju ekonomi hijau yang lebih adaptif terhadap risiko iklim. “Kita harus mempercepat langkah karena setiap keterlambatan akan dibayar dengan biaya sosial dan ekonomi yang semakin besar,” ujarnya.
ITF merupakan hasil kerja sama Indonesia–Inggris melalui FCDO dalam program Low Carbon Development Initiative (LCDI) Fase II. Dana ini dikelola Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) dengan dukungan teknis Oxford Policy Management (OPML), dan berfungsi sebagai pembiayaan katalis untuk menurunkan risiko investasi serta memperluas penerapan teknologi rendah karbon.
Indonesia memerlukan pendanaan iklim sebesar 757,6 miliar dolar AS hingga 2035 untuk memenuhi target dalam Enhanced dan Second NDC. Dengan alokasi APBN yang baru mencapai 3 persen, pemerintah membuka peluang kolaborasi lintas sektor (pemerintah pusat dan daerah, swasta, akademisi, hingga masyarakat sipil) untuk mendorong teknologi hijau melalui mekanisme Call for Proposal ITF.
Selain ITF, pemerintah meluncurkan PBI 2.0 sebagai dasar ilmiah pelaksanaan agenda ketahanan iklim dalam RPJPN 2025–2045. Kebijakan ini memprioritaskan empat sektor: kelautan dan pesisir, air, pertanian, dan kesehatan. Pemerintah juga merilis kajian awal mengenai dampak perubahan iklim terhadap potensi perpindahan penduduk di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil akibat risiko penggenangan dan hilangnya daratan.
Peluncuran ini turut dihadiri Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Pemerintah menegaskan bahwa pendekatan menghadapi perubahan iklim harus menggabungkan pendanaan inovatif, sains, serta kemitraan multi-pihak.
“Momentum ini harus menjadi penguat tekad untuk mendorong inovasi dan teknologi dalam memperkuat Indonesia menghadapi perubahan iklim. Ini komitmen bersama, bukan hanya untuk Indonesia, tetapi untuk dunia,” kata Rachmat. *** (Putra Rama Febrian)


