Ecobiz.asia – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) membeberkan sejumlah capaian dekarbonisasi sejak dibentuknya tim ad hoc tata kelola pengurangan emisi karbon pada awal tahun 2025.
Sekretaris SKK Migas Luky A. Yusgiantoro menjelaskan pembentukan tim ad hoc ditujukan agar peningkatan produksi migas nasional tetap sejalan dengan komitmen lingkungan.
Dalam pidatonya pada acara Tribute to Profesor Emil Salim yang menjadi bagian dari Dies Natalis ke-9 Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI), Luky menyebut target produksi migas tahun ini mencapai 605 ribu barel per hari saat konsumsi nasional sudah lebih dari satu juta barel per hari.
“Kita juga menyadari bahwa sektor ini memiliki tanggung jawab lingkungan yang tidak kecil,” katanya di Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Luky menjelaskan, tim ad-hoc yang dibentuk awal tahun ini telah mendorong enam inisiatif rendah karbon.
Di antaranya adalah pengembangan teknologi penangkapan dan pemanfaatan karbon (CCS/CCUS) yang saat ini sedang dalam studi di beberapa lokasi, termasuk proyek di Bandar, JTB, dan Sukowati.
SKK Migas juga menjalankan program efisiensi energi seperti konversi gas ke listrik (gas to wire) dan pemanfaatan energi terbarukan melalui instalasi solar PV di beberapa platform lepas pantai.
Selain itu, pengurangan emisi metana dilakukan melalui optimalisasi instrumen gas dan proyek gas blanketing di sejumlah fasilitas produksi.
Upaya zero flaring juga telah dilaksanakan lewat enam proyek pengurangan pembakaran gas yang secara kumulatif menurunkan emisi hingga 3,42 persen.
Reforestasi menjadi bagian dari strategi dekarbonisasi SKK Migas, dengan capaian penanaman 450 ribu pohon hingga Februari 2025, setara 30 persen dari target 1,6 juta pohon yang berpotensi menyerap 93 ribu ton CO2 per tahun.
Dukungan terhadap kebijakan CCS/CCUS juga diperkuat untuk memberikan kepastian harga dan regulasi yang mendorong investasi teknologi rendah karbon.
“Dekarbonisasi bukan sekadar adaptasi terhadap regulasi iklim global, tapi juga strategi untuk memastikan keberlanjutan industri migas,” kata Luky.
Ia menegaskan bahwa kolaborasi dengan perguruan tinggi, termasuk SIL UI, penting untuk mendorong riset efisiensi energi, pengelolaan lingkungan, dan inovasi teknologi CCS.
Luky juga menekankan pentingnya meneladani pemikiran Emil Salim tentang harmoni antara ekonomi dan ekologi sebagai fondasi pembangunan energi berkelanjutan di Indonesia. ***