Ecobiz.asia — Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan skema insentif baru untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik (EV) sebagai bagian dari strategi transisi menuju energi bersih.
Langkah ini disampaikan oleh Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia, Thomas Djiwandono, dalam forum Energy Transition Asia Summit yang digelar oleh Financial Times Live di Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Menurut Thomas, kebijakan fiskal yang mendukung kendaraan listrik masih dalam tahap pembahasan internal pemerintah, namun sinyal dukungan yang kuat sudah ditunjukkan.
Pemerintah menargetkan peningkatan skala insentif untuk kendaraan listrik maupun hybrid dalam kerangka anggaran tahun 2026.
Baca juga: Dukung Ekosistem Kendaraan Listrik, Elnusa Gandeng PLN Kembangkan SPKLU
“Terkait insentif untuk kendaraan listrik, ini masih dibahas. Tapi saya yakin akan ada kebijakan lanjutan yang mendukung kendaraan listrik dan hybrid. Detailnya akan diumumkan setelah pembahasan anggaran selesai,” ujar Thomas.
Penyiapan insentif tersebut diharapkan dapat mempercepat transformasi sektor transportasi nasional yang selama ini masih sangat tergantung pada bahan bakar fosil.
Pemerintah menilai bahwa intervensi fiskal yang tepat dapat menjadi pengungkit utama dalam menciptakan permintaan pasar yang signifikan untuk kendaraan berbasis energi bersih.
Setelah kendaraan listrik, pemerintah juga menyoroti pentingnya pemanfaatan sumber daya strategis domestik untuk mendukung transisi energi, khususnya nikel.
Thomas menjelaskan bahwa Indonesia telah melihat pertumbuhan signifikan dari ekspor nikel, yang kini menjadi tulang punggung dalam pengembangan baterai EV dan sistem energi rendah karbon lainnya.
Baca juga: ABB Tegaskan Dukungan Transisi Energi Lewat Balap Formula E Jakarta E-Prix 2025
“Ekspor nikel kita naik drastis dari 6 miliar dolar AS pada 2013 menjadi 20 miliar dolar AS pada 2022. Ini menunjukkan bagaimana hilirisasi sumber daya kita seperti nikel bisa mendukung sektor energi bersih dan menciptakan nilai tambah,” katanya.
Lebih lanjut, Thomas menyebutkan bahwa pemerintah juga mulai mempertimbangkan penggunaan teknologi nuklir sebagai salah satu solusi jangka panjang untuk diversifikasi energi nasional.
Ia mengungkapkan bahwa meskipun masih dalam tahap awal, pembahasan mengenai reaktor modular kecil (small modular reactors) dan pembangkit listrik apung tengah dijajaki sebagai opsi fleksibel dan ramah lingkungan.
“Kami terlalu besar sebagai negara untuk tidak membuka diri terhadap berbagai jenis teknologi energi, termasuk nuklir. Ini masih eksplorasi, dan kami menunggu masukan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan final,” ucapnya.
Baca juga: PLN Bukukan Pendapatan Rp545 Triliun di 2024, Penjualan Listrik Naik dan Jumlah Pelanggan Meningkat
Pemerintah saat ini juga menjajaki potensi kerja sama teknologi nuklir dengan negara-negara maju seperti Kanada dan Prancis, sebagai bagian dari upaya membangun sistem energi yang tahan terhadap fluktuasi harga dan permintaan energi jangka panjang.
Dengan pendekatan menyeluruh—mulai dari insentif kendaraan listrik, hilirisasi nikel, hingga eksplorasi teknologi nuklir—Indonesia mempertegas arah transisi energi nasional yang tidak hanya fokus pada pengurangan emisi, tetapi juga pada penciptaan nilai strategis dari sumber daya domestik dan penguatan ketahanan energi jangka panjang. ***