Ecobiz.asia — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memastikan seluruh kayu ekspor yang dihasilkan dan diperdagangkan dari Indonesia bersumber dari izin sah, lestari, dan terverifikasi.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Kehutanan, Laksmi Wijayanti, menjelaskan bahwa seluruh kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu dilaksanakan di bawah kerangka hukum yang ketat melalui skema Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), Perhutanan Sosial, dan Hak Pengelolaan, termasuk izin pemanfaatan kayu di Areal Penggunaan Lain (APL) untuk kegiatan non-kehutanan (PKKNK).
“Kayu yang dihasilkan dari PBPH maupun dari izin PKKNK di areal penggunaan lain merupakan hasil dari proses legal yang diawasi dan diverifikasi ketat oleh pemerintah melalui Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK),” ujar Laksmi di Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, SVLK menjadi instrumen penting dalam memastikan setiap rantai pasok kayu Indonesia memenuhi prinsip legalitas, kelestarian, dan keterlacakan (traceability).
Pemerintah, kata Laksmi, terus memperkuat sistem ini agar sejalan dengan kebijakan global perdagangan bebas deforestasi tanpa mengabaikan keadilan bagi pelaku usaha dan masyarakat yang bergantung pada sektor kehutanan.
Pemerintah juga menegaskan bahwa pembukaan hutan tidak otomatis berarti deforestasi ilegal. Perbedaan jelas dibuat antara aktivitas tanpa izin sah yang merusak lingkungan dengan pembukaan lahan berizin yang menjadi bagian dari perencanaan pembangunan nasional, seperti hutan tanaman industri atau pembangunan fasilitas publik.
“Dalam konteks PBPH Hutan Tanaman, kegiatan penyiapan lahan selalu diikuti dengan penanaman kembali (reforestasi) sehingga fungsi hutan tetap terjaga dalam siklus pengelolaan berkelanjutan,” jelas Laksmi.
Laksmi juga menegaskan bahwa pemerintah tidak memberikan toleransi terhadap deforestasi ilegal dan penipuan dalam rantai pasok industri kayu.
“Kayu Indonesia adalah kayu legal, lestari, dan terverifikasi. Ini bukti komitmen pemerintah menjaga kepercayaan pasar global dan memastikan keberlanjutan sumber daya hutan bagi generasi mendatang,” katanya.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kemenhut, Erwan Sudaryanto, menambahkan bahwa setiap kayu yang beredar dari kegiatan berizin wajib memiliki dokumen terverifikasi dalam skema SVLK.
“Sistem ini bukan hanya menjamin legalitas, tetapi juga memastikan bahwa setiap proses produksi dan perdagangan kayu memperhatikan prinsip kelestarian dan akuntabilitas publik. Indonesia menjadi salah satu negara dengan sistem verifikasi kayu paling transparan di dunia,” ujarnya.
Pemerintah terus memperkuat digitalisasi dan pengawasan publik untuk meningkatkan transparansi data dan akuntabilitas pelaporan. Kolaborasi dengan lembaga independen, masyarakat sipil, dan mitra internasional juga diperluas guna menjaga kredibilitas sistem nasional pengelolaan hutan.
“Kami ingin publik dan mitra dagang internasional yakin bahwa kayu Indonesia berasal dari sumber legal, lestari, dan diverifikasi secara transparan,” kata Erwan. ***





