Ecobiz.asia — Pemerintah Indonesia menegaskan kesiapannya membangun pasar karbon berintegritas tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hijau, inklusif, dan tangguh.
Komitmen ini disampaikan dalam High-Level Breakfast Roundtable at Sustainable Business COP30 (SBCOP) bertema “Indonesia’s High-Integrity Carbon Market: Toward a Green, Resilient, and Inclusive Future” di sela pelaksanaan COP30 UNFCCC di São Paulo, Brasil, Sabtu (8/11/2025).
Acara yang digelar Kementerian Kehutanan bekerja sama dengan Standard Chartered, Indonesia Climate and Growth Dialogue (ICGD), Business Partnership for Market Implementation (BPMI), dan International Emission Trading Association (IETA) dihadiri pebisnis dan investor global.
Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo pada kesempatan itu menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional, yang menjadi dasar pembentukan ekosistem pasar karbon yang kredibel dan transparan.
“Regulasi ini membuka jalan bagi pembangunan pasar karbon berintegritas tinggi, yang selaras dengan standar internasional dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal,” kata Hashim.
Ia menegaskan, Indonesia menargetkan menjadi salah satu pusat pasar karbon global dengan dampak iklim yang terukur. Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap pasar karbon juga dapat menciptakan lapangan kerja, memperkuat mata pencaharian masyarakat, dan mendorong investasi berkelanjutan.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menambahkan, sektor kehutanan memainkan peran penting dalam penyediaan kredit karbon berkualitas tinggi. Salah satu prioritasnya adalah memastikan pasar karbon memberi manfaat langsung bagi komunitas lokal melalui skema perhutanan sosial dan rehabilitasi lahan kritis.
“Pada dasarnya, kebijakan ini mengubah upaya melindungi hutan menjadi kegiatan ekonomi yang produktif dan berkelanjutan,” ujarnya.
Raja Antoni menjelaskan, Kementerian Kehutanan tengah menyiapkan empat regulasi turunan untuk memperkuat tata kelola pasar karbon, antara lain revisi Permen LHK Nomor 7/2023 tentang prosedur perdagangan karbon di sektor kehutanan serta rancangan peraturan baru tentang pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi.
“Tujuan kami adalah menggerakkan hingga 7,7 miliar dolar AS per tahun melalui transaksi karbon dan memastikan setiap ton emisi dapat dilacak, diverifikasi, dan dipertanggungjawabkan,” katanya.
CEO Standard Chartered Indonesia Donny Donosepoetro OBE menyebut penerbitan Perpres 110/2025 sebagai tonggak penting dalam penguatan pasar karbon Indonesia.
“Regulasi ini menjadi fondasi bagi perdagangan karbon yang kredibel dan menarik bagi investor,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Kementerian Kehutanan menandatangani Nota Kesepahaman dengan Integrity Council for the Voluntary Carbon Market (ICVCM) untuk memperkuat pasar karbon sukarela berintegritas tinggi di Indonesia.
Kerja sama ini meliputi pembangunan kapasitas, pertukaran pengetahuan, dan penyelarasan kredit karbon kehutanan dengan Core Carbon Principles (CCP), standar global bagi perdagangan karbon yang kredibel.
Langkah ini menegaskan komitmen Indonesia untuk memastikan pasar karbon nasional berjalan transparan, memberikan dampak iklim nyata, dan melindungi kepentingan masyarakat serta ekosistem hutan. ***




