Ecobiz.asia – Wakil Menteri Lingkungan Hidup merangkap Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Diaz Hendropriyono, memimpin delegasi Indonesia dalam forum BRICS Climate Leadership Agenda yang digelar di Itamaraty Palace, Brasília, Brazil, Kamis (29/5/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Diaz mengangkat pentingnya isu loss and damage—kerugian dan kerusakan akibat dampak perubahan iklim—untuk menjadi bagian dari agenda riset iklim BRICS.
Usulan ini disampaikan sebagai bentuk keberpihakan terhadap negara-negara berkembang yang paling rentan terhadap krisis iklim.
Baca juga: Wamen LH Suarakan Pengelolaan Lingkungan Berbasis Desa di Forum BRICS
“Isu loss and damage kami ajukan agar menjadi bagian dari ruang lingkup BRICS Climate Research Platform, sesuai dengan kerangka kerja UNFCCC. Ini penting sebagai dasar ilmiah bagi kebijakan yang adil secara iklim,” ujar Diaz dalam forum tersebut.
Forum BRICS kali ini semakin mempertegas peran kelompok negara Global South, dengan keikutsertaan mitra seperti Mesir dan Uni Emirat Arab.
Dua dokumen utama menjadi fokus pembahasan, yakni Terms of Reference (ToR) untuk BRICS Climate Research Platform (BCRP) dan Joint Declaration yang akan dibawa ke High-Level Meeting on Climate Change and Sustainable Development pada 28 Mei, serta KTT BRICS XVII pada Juli mendatang.
Wamen Diaz menekankan pentingnya pertukaran data ilmiah antarnegara dalam kerangka BCRP dilakukan secara sukarela, guna menjaga prinsip kesetaraan dan kedaulatan informasi.
“Prinsip sukarela dalam berbagi data adalah kunci agar kerja sama ini berlangsung adil dan saling menghormati kedaulatan masing-masing negara,” tegasnya.
Baca juga: MRA Buka Akses Kredit Karbon Kehutanan Indonesia ke Pasar Global
Diaz juga mendorong agar Annex dari Joint Declaration, yang memuat rincian teknis kerja sama, tidak dianggap sekadar pelengkap. Ia meminta agar dokumen tersebut difinalisasi sejak awal dan dijadikan bagian integral dari dokumen utama sebelum diajukan ke tingkat kepala negara.
“Finalisasi Annex perlu dilakukan sejak awal. Ini bukan pelengkap administratif, tetapi bagian substantif yang menentukan arah implementasi kerja sama,” ujarnya.
Usulan Indonesia mendapat sambutan positif dari negara-negara anggota BRICS. Masukan tersebut akan dimasukkan ke dalam dokumen akhir sebagai komitmen kolektif untuk memperkuat kerja sama ilmiah yang transparan dan berpihak pada keadilan iklim. ***