Ecobiz.asia – PT Aneka Tambang Tbk (IDX: ANTM), anggota MIND ID Group, memperkuat komitmen hilirisasi nikel menjadi baterai kendaraan listrik (EV battery) untuk mendukung transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.
Di Indonesia, sektor transportasi masih menjadi salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar. Menurut Kementerian ESDM, pada 2024 sektor transportasi menyumbang GRK sebanyak 168.516 GgCO₂eq atau 21% dari total 790.566 GgCO₂eq.
Untuk mendukung transisi dari energi fosil yang menghasilkan emisi GRK menuju energi listrik yang ramah lingkungan, Antam melakukan berbagai kolaborasi dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
“Ke depan, kita akan turun ke ekosistem baterai. Ini yang menjadi masa depan atau cita-cita kita bersama: energi yang bersih ataupun hasil tambang ini bisa dimanfaatkan untuk industri yang bersih,” ujar Syarif Faisal, Corporate Secretary PT Antam Tbk, dalam acara Sosialisasi Media MIND 2025 di Thamrin Nine Ballroom, Selasa (9/9).
Upaya pengembangan kendaraan listrik tersebut dilakukan secara terintegrasi, mulai dari hulu hingga hilir, bahkan hingga daur ulang baterai. Antam menamai kolaborasi tersebut sebagai Joint Venture (JV) 1 sampai 6.
Presiden Prabowo pada Juni lalu telah meresmikan peletakan batu pertama ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) terintegrasi penuh pertama di Indonesia, yang menandai tonggak penting dalam upaya menjadikan Indonesia pusat produksi baterai EV global.
Pada JV 1, yakni pengembangan tambang nikel di Maluku Utara, Antam (51%) bekerja sama dengan Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd (CBL) (49%). Tambang ini telah berproduksi dengan kapasitas 3 juta wmt dan ditargetkan meningkat hingga 13 juta wmt.
Pada JV 2, yakni pengembangan smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) di Maluku Utara, Antam (40%) juga bermitra dengan CBL. Proyek ini ditargetkan memproduksi 88.000 ton Nikel Pig Iron (NPI) per tahun. Saat ini proyek berada pada tahap finalisasi pemilihan kontraktor EPC dan persiapan penyertaan modal. Antam menargetkan pembangunan smelter RKEF dengan investasi USD 1,4 miliar ini selesai pada 2026, dengan tahap commissioning dilakukan pada 2027.
Pada JV 3, yakni pengembangan smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Maluku Utara, Antam memegang 30% saham. Proyek ini ditargetkan memproduksi 55.000 ton Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) per tahun. Saat ini Antam dan mitra masih melakukan penilaian Final Investment Decision (FID), dengan fase investasi awal direncanakan dimulai akhir 2025 atau awal 2026, dilanjutkan dengan pemilihan EPC dan konstruksi.
Sedangkan pada JV 4, 5, dan 6, Antam melalui Indonesia Battery Corporation (IBC) sebagai pemegang 33,75% saham, bekerja sama dengan CBL.
Pada JV 4, yakni pengembangan material baterai di Maluku Utara, IBC memegang 30% saham. Proyek ini ditargetkan selesai pada 2028 dengan produksi 16 ribu ton nikel sulfat, 30 ribu ton prekursor, dan 30 ribu ton CAM.
Pada JV 5, yakni pengembangan sel baterai di Karawang, Jawa Barat, IBC memegang 30% saham. IBC menargetkan produksi baterai sebesar 15 GWh. IBC dan CBL membagi proyek ini dalam dua tahap: tahap pertama dengan kapasitas 6,9 GWh yang telah diresmikan Presiden Prabowo, dan tahap kedua sebesar 8,1 GWh yang ditargetkan rampung pada 2028.
Pada JV 6, yakni pengembangan daur ulang baterai di Maluku Utara, IBC memegang 40% saham. IBC menargetkan kapasitas daur ulang sebesar 20 ribu ton, yang akan beroperasi pada 2031.
Melalui proyek-proyek ini, selain mendukung transisi energi, Antam turut memberikan dampak positif bagi perekonomian maupun lingkungan di Indonesia.
“Ini yang potensial untuk kita kembangkan ke depan karena Antam harus berkelanjutan, baik dari sisi bisnis maupun pengelolaan lingkungan dan masyarakat,” ucap Faisal.
“Dengan dasar ini, kita merencanakan operasional sehingga nilai tambah dari penambangan tidak selesai hanya dalam 10–20 tahun, tetapi akan berlanjut terus ke depan sehingga industri atau bahan alam ini bisa termanfaatkan sebaik-baiknya untuk perkembangan Indonesia,” tambahnya. ***