Ecobiz.asia — Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) tengah menyusun panduan teknis untuk implementasi setiap Mutual Recognition Agreement (MRA) sebagai upaya memastikan integritas tinggi dalam perdagangan karbon nasional dan internasional.
Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon (PPITKNEK) KLH/BPLH Ary Sudjianto mengatakan, panduan ini menjadi langkah lanjutan setelah Indonesia menandatangani MRA dengan lima lembaga crediting scheme internasional, yakni Gold Standard, Global Carbon Council, Plan Vivo, Verra, serta Joint Crediting Mechanism (JCM) dengan Pemerintah Jepang.
Selain itu, Indonesia juga memiliki Letter of Intent dengan Puro Earth.
“Untuk melahirkan unit karbon yang berintegritas, tidak boleh ada fraud yang dapat merusak citra positif Indonesia di dunia internasional,” ujar Ary di Bogor, Jumat (10/10/2025).
Menurut Ary, MRA menjadi instrumen strategis untuk memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan karbon internasional, sekaligus mempercepat pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC).
Dia menegaskan pentingnya prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi penurunan capaian mitigasi menjelang 2030.
“Semua pihak harus bekerja sama membangun skema perdagangan karbon yang kredibel guna mendukung target NDC, tanpa mengesampingkan prioritas pembangunan ekonomi nasional,” tambahnya.
Sebagai Designated National Authority (DNA), KLH/BPLH juga memfasilitasi implementasi Article 6.4 Paris Agreement bagi para pengembang proyek mitigasi di Indonesia.
Hingga kini, sebanyak 14 proyek transisi dari Clean Development Mechanism (CDM) telah masuk ke mekanisme baru di bawah Article 6.4.
Pada kesempatan itu Ary menekankan bahwa hasil perdagangan karbon harus dikembalikan untuk mendukung aksi mitigasi dan adaptasi, terutama di sektor Forestry and Other Land Use (FOLU). “Jika berasal dari pengelolaan hutan, maka hasilnya harus kembali ke hutan,” ujarnya.
Untuk memperkuat transparansi dan daya saing proyek karbon nasional, KLH mengembangkan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) sebagai platform utama pencatatan aksi mitigasi, data emisi, dan kredit karbon. Sistem ini juga merupakan bentuk pemenuhan mandat Article 13 Paris Agreement.
Versi terbaru SRN PPI akan dilengkapi dengan fitur keamanan data, interoperabilitas sistem, dan visualisasi pelaporan yang lebih mutakhir, guna memperkuat kepercayaan internasional terhadap aksi iklim Indonesia.
Langkah ini diharapkan mempertegas posisi Indonesia sebagai negara dengan unit karbon berintegritas tinggi (high-integrity carbon) sekaligus memperkuat kepercayaan investor dalam pasar karbon global. ***