Ecobiz.asia – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) memeriksa secara intensif delapan perusahaan besar yang beroperasi di Sumatera Utara terkait dugaan pelanggaran pengelolaan lingkungan yang memicu banjir bandang dan longsor di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Batangtoru dan Garoga.
Delapan perusahaan yang diperiksa KLH/BPLH yakni PT Agincourt Resources, PT Toba Pulp Lestari, Sarulla Operations Ltd, PT Sumatera Pembangkit Mandiri, PT Teluk Nauli, PT North Sumatera Hydro Energy, PT Multi Sibolga Timber, dan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Batang Toru.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq mengatakan pemanggilan terhadap korporasi tersebut dilakukan untuk memperoleh keterangan langsung dari manajemen perusahaan serta memverifikasi kepatuhan terhadap seluruh kewajiban pengelolaan lingkungan hidup.
“Langkah ini bertujuan memastikan aktivitas usaha tidak mengabaikan aspek keberlanjutan dan keselamatan masyarakat. Kami tidak akan berkompromi terhadap pelaku usaha yang diduga berkontribusi pada kerusakan lingkungan,” kata Hanif dalam keterangan yang dikutip Senin (15/12/2025).
Berdasarkan temuan awal, KLH/BPLH menemukan sejumlah indikasi pelanggaran serius, antara lain pembukaan lahan di luar persetujuan lingkungan, lemahnya pengendalian aktivitas di area konsesi, serta kegagalan dalam mengelola dampak lingkungan. Praktik tersebut diduga berkontribusi terhadap peningkatan erosi, air larian, sedimentasi sungai, dan pencemaran di DAS Batangtoru dan Garoga.
Hanif menyatakan pemeriksaan tidak berhenti pada klarifikasi administratif, tetapi akan dilanjutkan dengan pendalaman teknis berbasis bukti ilmiah. KLH/BPLH melibatkan tim ahli independen dari bidang hidrologi, geospasial, kerusakan lahan, hingga pemodelan banjir untuk memastikan setiap temuan memiliki dasar data yang kuat.
“Pendekatan scientific evidence kami lakukan agar proses penegakan hukum berjalan transparan dan akuntabel, sekaligus menjadi dasar dalam penentuan kewajiban pemulihan lingkungan maupun sanksi,” ujar Hanif.
Ia menegaskan KLH/BPLH siap menempuh langkah hukum sesuai ketentuan apabila terbukti terjadi pelanggaran, demi menjamin pemulihan lingkungan dan mencegah terulangnya bencana serupa.
“Perlindungan lingkungan dan keselamatan masyarakat adalah prioritas utama. Lingkungan tidak boleh dikorbankan demi kepentingan ekonomi,” kata Hanif.
KLH/BPLH menyatakan akan terus memperkuat pengawasan terhadap kegiatan usaha di wilayah rawan bencana serta mendorong transparansi dan akuntabilitas korporasi dalam pengelolaan lingkungan hidup. ***


