MORE ARTICLES

Investasi CCS Butuh Biaya Besar, Pemerintah Siapkan Regulasi Pendukung

MORE ARTICLES

Ecobiz.asia — Pemerintah Indonesia terus mendorong pengembangan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS) meski menghadapi tantangan besar, terutama soal biaya yang sangat tinggi.

Sekitar 70 persen dari total biaya CCS terkonsentrasi pada tahap penangkapan karbon (capture), yang menjadi hambatan utama dalam realisasi proyek di sektor ini.

“Biaya menjadi tantangan terbesar. Hampir seluruh investasi terserap di tahap capture. Ini yang membuat keekonomian proyek CCS sulit tercapai tanpa dukungan regulasi dan pendanaan yang tepat,” ujar Dwi Adi Nugraha, Kasubdit Migas Non-Konvensional Kementerian ESDM, dalam webinar “Menakar Potensi Bisnis CCS/CCUS di Indonesia”, Selasa (22/7/2025).

Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi, termasuk Peraturan Menteri ESDM Nomor 14, yang memungkinkan kerja sama lintas batas (cross-border) dalam proyek CCS. Regulasi ini membuka jalan bagi pendanaan asing, termasuk dari negara-negara seperti Singapura, untuk membangun infrastruktur penyimpanan karbon di Indonesia.

Dwi menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi hub penyimpanan karbon regional, terutama karena adanya formasi geologi seperti reservoir migas yang telah diproduksi. Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk menyimpan karbon dari sektor industri, baik domestik maupun internasional.

Namun, untuk mengoptimalkan potensi tersebut, diperlukan insentif fiskal dan skema bisnis yang jelas. “Kita butuh model bisnis yang kompetitif dan insentif seperti yang sudah diterapkan di Inggris atau Malaysia. Tanpa itu, investasi CCS akan sulit masuk,” tegasnya.

Pemerintah juga menyadari bahwa kesuksesan CCS tidak bisa dicapai hanya melalui kebijakan publik. Dwi menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan mitra internasional agar pengembangan CCS berjalan efektif.

“Implementasi CCS memerlukan sinergi menyeluruh—dari regulasi yang kuat, teknologi yang tersedia, hingga kemitraan investasi. Tanpa itu, kita akan tertinggal dalam upaya dekarbonisasi,” ujarnya.

Indonesia kini tengah menyempurnakan regulasi pendukung dan menyusun skema insentif baru untuk mempercepat pembangunan proyek CCS skala besar, sebagai bagian dari komitmen nasional menuju target Net Zero Emission (NZE) pada 2060. ***

Read also:  SLB dan Star Energy Geothermal Umumkan Kolaborasi Teknologi, Tingkatkan Nilai Keekonomian Proyek Panas Bumi

TOP STORIES

MORE ARTICLES

Gakkum Kehutanan Ungkap Jaringan Perusak Hutan, Puluhan Tersangka dan Ratusan Kayu Ilegal Disita

Ecobiz.asia - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Kementerian Kehutanan membongkar serangkaian kasus kejahatan kehutanan dalam tiga bulan terakhir. Dari perburuan liar di taman...

Susun 15 Aturan Turunan UU KSDAHE, Kementerian Kehutanan Siapkan Skema PP Omnibus

Ecobiz.asia - Pemerintah cq Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyiapkan skema omnibus regulation untuk menyusun 15 peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber...

Kemenhut Ungkap Karhutla Capai 8.594 Hektare, 93 Persen di Luar Kawasan Hutan

Ecobiz.asia — Kementerian Kehutanan mengungkapkan luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia mencapai 8.594,5 hektare selama periode 1 Januari hingga 31 Juni 2025. Provinsi...

Pertamina Fasilitasi Ekspor Perdana Kopi Kamojang ke Asia dan Eropa, Manfaatkan Teknologi Panas Bumi

Ecobiz.asia — PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) melepas ekspor perdana kopi Kamojang ke pasar Asia dan Eropa dengan memanfaatkan teknologi Geothermal Dry House,...

Kemenhut Libatkan Para Pihak dalam Penyusunan Aturan Turunan UU KSDAHE, Termasuk Masyarakat Adat

Ecobiz.asia — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memastikan akan melibatkan semua pihak pemangku kepentingan, termasuk masyarakat hukum adat dalam proses penyusunan peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 32...