Ecobiz.asia — Indonesia menegaskan komitmennya untuk memperkuat pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat dan komunitas lokal (Indigenous Peoples and Local Communities/IPLCs) dalam aksi iklim global.
Komitmen tersebut disampaikan Direktur Penyelesaian Konflik Tenurial dan Hutan Adat, Direktorat Jenderal Kehutanan Sosial Kementerian Kehutanan, Julmansyah, dalam sesi bertajuk Intergovernmental Land Tenure Commitment Advancing Indigenous Peoples & Local Communities’ Land Tenure di Action Room 1, Blue Zone COP30 UNFCCC, Belém, Brasil, Senin (17/11/2025).
Dalam penyampaiannya, Julmansyah menyampaikan apresiasi terhadap penyelenggara dan menilai inisiatif Forest and Land Tenure Pledge sebagai langkah penting memperkuat sinergi global dalam perlindungan hutan. Ia menegaskan peran sentral masyarakat adat dan komunitas lokal dalam menjaga ekosistem dan mendukung aksi iklim.
“Masyarakat adat dan komunitas lokal memainkan peran penting dalam pengetahuan tradisional, praktik berkelanjutan, dan pengelolaan ekosistem vital, termasuk kontribusi mereka terhadap aksi iklim,” ujarnya.
Julmansyah memaparkan capaian kehutanan sosial Indonesia. Per Oktober 2025, program kehutanan sosial telah mencakup lebih dari 8,3 juta hektare dari target 12,7 juta hektare, dengan manfaat bagi lebih dari 1,4 juta rumah tangga. Hingga saat ini juga terdapat 164 penetapan hutan adat seluas 345.257 hektare yang dikelola oleh 87.963 rumah tangga.
Pada momentum COP30, Indonesia secara resmi mengumumkan komitmen percepatan pengakuan hutan adat. Menteri Kehutanan menargetkan pengakuan 1,4 juta hektare hutan adat dalam empat tahun ke depan.
“Komitmen berani ini menempatkan masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai pilar penting aksi iklim nasional,” tegas Julmansyah.
Ia menjelaskan langkah konkret yang telah ditempuh. Pada Maret 2025, Kementerian Kehutanan membentuk Tim Tugas Khusus melalui Keputusan Menteri Nomor 1440/2025 untuk mempercepat pengakuan hutan adat. Tim ini bekerja bersama organisasi masyarakat adat dan LSM seperti AMAN, WALHI, HUMA, JKPP, BRWA, akademisi, serta pemerintah daerah.
Pemerintah juga tengah menyusun rencana strategis nasional, termasuk penyusunan peta jalan percepatan hutan adat yang direncanakan diluncurkan pada Desember 2025.
Selain itu, Indonesia mengembangkan mekanisme pembiayaan kolaboratif untuk mendukung percepatan pengakuan, penguatan sistem informasi, direktori pengetahuan IPLC, serta peningkatan kesejahteraan berbasis wilayah.
Dalam kesempatan itu, Julmansyah juga menyampaikan apresiasi kepada negara mitra. “Kami mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Norwegia atas dukungannya dalam mempromosikan pengembangan IPLC, khususnya percepatan pengelolaan hutan adat,” katanya.
Menutup pernyataannya, ia menekankan pentingnya kolaborasi dan kepemimpinan bersama dalam aksi iklim. Indonesia, katanya, siap meningkatkan peran kepemimpinan dan memperkuat kolaborasi global untuk meningkatkan keterlibatan IPLC.
“Mari beralih dari janji ke tindakan yang terukur, dari komitmen ke hasil nyata. Bersama, kita dapat menjadikan Belém sebagai titik balik dalam memperkuat peran IPLC dalam aksi iklim,” ujarnya. ***




