Ecobiz.asia — Rencana pemerintah untuk menaikkan kadar campuran biodiesel menjadi B50 dinilai berpotensi menekan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani.
Kebijakan yang diklaim mempercepat transisi energi hijau itu dikhawatirkan justru menimbulkan beban baru bagi petani sawit kecil dan memperlebar ketimpangan di sektor hilir.
Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin mengatakan, peningkatan kadar biodiesel hampir pasti diikuti dengan kenaikan Pungutan Ekspor (PE) yang digunakan untuk menutup subsidi biodiesel. Kenaikan ini, menurutnya, akan berdampak langsung terhadap harga sawit rakyat.
“Kalau kadar biodiesel dinaikkan ke B50, otomatis tarif PE juga naik. Akibatnya harga TBS bisa turun antara Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram. Artinya, beban subsidi biodiesel justru ditanggung oleh petani,” ujar Sabarudin dalam seminar Keseimbangan Kebijakan Energi dalam Implementasi Mandatori Biodiesel di Jakarta, pekan ini.
Kajian Pranata UI menunjukkan, setiap kenaikan 1% tarif PE dapat menurunkan harga TBS sekitar Rp333 per kilogram. Jika PE dinaikkan hingga 15,17% untuk mendanai program B50, harga sawit di tingkat petani bisa anjlok hingga Rp1.725 per kilogram.
Sabarudin menegaskan bahwa SPKS tidak menolak kebijakan energi hijau, namun mendesak pemerintah mengevaluasi mekanisme pendanaan dan distribusi manfaat program biodiesel agar tidak memberatkan petani swadaya.
“Kebijakan transisi energi seharusnya tidak menciptakan ketimpangan baru. Petani jangan lagi jadi pihak yang dikorbankan atas nama keberlanjutan,” katanya.
Perlu Evaluasi B40
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov menilai pemerintah seharusnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi program B40 sebelum melangkah ke B50.
“Pemerintah harus menilai dampak B40 terhadap produksi hulu, nilai tambah industri, dan kesejahteraan petani. Jangan sampai B50 justru memperlebar kesenjangan,” ujarnya.
Menurut INDEF, kapasitas industri biodiesel nasional saat ini baru mencapai 16,7 juta kiloliter, sekitar 14% di bawah kebutuhan aktual. Jika program B50 diterapkan, kebutuhan produksi melonjak menjadi sekitar 19 juta kiloliter, sementara kesiapan industri masih terbatas.
Abra juga menyoroti masalah struktural dalam kebijakan biofuel nasional, termasuk lemahnya reformasi subsidi solar. Berdasarkan data INDEF, 96% subsidi solar dinikmati kelompok yang tidak berhak, sehingga pembiayaan tambahan untuk biofuel berisiko memperbesar beban fiskal.
INDEF merekomendasikan agar pemerintah menetapkan ceiling dan floor price untuk TBS guna menjaga stabilitas harga petani saat harga CPO global berfluktuasi.
“Kebijakan biodiesel tidak boleh hanya menguntungkan satu pihak. Pemerintah perlu memastikan manfaat yang adil bagi industri, produsen, dan konsumen,” tegas Abra. ***





