Ecobiz.asia — Indonesia menegaskan tidak akan berhenti melawan polusi plastik meski perundingan internasional sesi kelima bagian kedua Komite Negosiasi Antarpemerintah (INC-5.2) di Jenewa berakhir tanpa kesepakatan.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menekankan Indonesia tetap menjalankan langkah konkret dan terukur dengan target pengelolaan 100 persen sampah, termasuk plastik, pada 2029.
“Dengan atau tanpa perjanjian global, Indonesia akan terus mengambil langkah nyata menghentikan polusi plastik,” ujar Hanif, Sabtu (16/8).
Perundingan INC-5.2 yang berlangsung 5–13 Agustus 2025 menghasilkan dua draf revisi, namun pleno 15 Agustus ditutup tanpa konsensus. Meski sejumlah negara menyatakan kecewa, semua pihak sepakat melanjutkan proses menuju INC 5.3.
Dalam forum itu, Indonesia menekankan prioritas nasional meliputi penghapusan plastik bermasalah dan bahan kimia berbahaya, penerapan desain produk berkelanjutan, mendorong ekonomi sirkular, memperkuat pengelolaan sampah dari hulu ke hilir, serta melakukan remediasi ekosistem.
Indonesia juga mengusulkan klasterisasi pembahasan perjanjian, mendorong opsi Framework Convention jika konsensus sulit dicapai, serta menuntut pendanaan dan alih teknologi dari negara maju.
Di tingkat domestik, pemerintah telah membangun 250 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), 42.033 TPS3R, serta fasilitas modern seperti biodigester, Refuse-Derived Fuel (RDF), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 33 kota besar.
Sebanyak 343 TPA terbuka juga tengah dikonversi menjadi sanitary landfill. Inisiatif ini diperkirakan membutuhkan investasi Rp300 triliun dan terbuka untuk kolaborasi swasta melalui pendekatan pentahelix.
“Menunda penghentian polusi plastik hanya akan memperburuk pencemaran, membahayakan kesehatan, dan menambah beban ekonomi. Hanya dengan kerja sama global yang inklusif, solusi nyata bisa tercapai,” tegas Hanif. ***