Ecobiz.asia — Terbitnya Peraturan Presiden No 110 tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional menjadi penanda kesiapan Indonesia menjadi pusat global perdagangan karbon berintegritas tinggi.
“Terbitnya Perpres No. 110 Tahun 2025 menandai kesiapan Indonesia sebagai pusat global pasar karbon berintegritas tinggi, yang mendukung pertumbuhan hijau berdaya saing, mempercepat pencapaian target iklim nasional, dan mensejahterakan masyarakat,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Keterjangkauan dan Keamanan Pangan Kemenko Pangan, Nani Hendiarti, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Perpres 110/2025 ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 10 Oktober 2025. Peraturan ini menggantikan Perpres Nomor 98 Tahun 2021,
Perpres 110/2025 memperluas cakupan pengaturan karbon, dari pengendalian emisi hingga perdagangan karbon lintas sektor. Kebijakan ini memberikan definisi dan batasan lebih jelas terkait unit karbon, batas atas emisi, kuota emisi, serta mekanisme alokasi karbon, yang sebelumnya belum diatur secara spesifik.
Selain memperkuat dasar hukum penyelenggaraan bursa dan perdagangan langsung karbon, beleid ini juga menghapus ketentuan yang mensyaratkan tercapainya target Nationally Determined Contribution (NDC) sebelum perdagangan dapat dilakukan. Berdasarkan Pasal 58 ayat (1), perdagangan karbon kini dapat berjalan paralel dengan implementasi kebijakan iklim nasional.
Dari sisi integritas pasar, Pasal 63 ayat (2) mengakui standar internasional seperti Verra dan Gold Standard.
Unit karbon non-Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) yang diterbitkan oleh lembaga internasional dapat diperdagangkan setelah memperoleh persetujuan dari menteri terkait.
Perpres ini juga mengatur mekanisme perdagangan karbon internasional, mencakup skema yang memerlukan otorisasi dan corresponding adjustment, serta skema tanpa penyesuaian tersebut. Pengaturan ini sekaligus membuka ruang bagi Indonesia untuk terintegrasi dalam pasar karbon global sesuai Artikel 6 Persetujuan Paris.
Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Kementerian Lingkungan Hidup, Ary Sudjianto, menjelaskan bahwa tata kelola yang transparan dan kredibel menjadi kunci penguatan NEK.
“Kebijakan ini menunjukkan bahwa aksi iklim menjadi pondasi ekonomi hijau yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya. ***