Ecobiz.asia – Pemerintah Indonesia mulai menyiapkan kredit keanekaragaman hayati (biodiversity credit) sebagai instrumen pendanaan baru untuk memperkuat konservasi dan pengelolaan lingkungan hidup. Inisiatif ini akan dikembangkan dengan memperhatikan pembelajaran dari skema internasional, termasuk Paris Agreement.
“Kami sedang menyusun langkah-langkah serius untuk meningkatkan pengelolaan biodiversity menjadi biodiversity credit, dengan belajar dari kelebihan dan kekurangan mekanisme global,” kata Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dalam sosialisasi capaian delegasi Indonesia pada COP30 Brasil di Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Sebagai tahap awal, Indonesia telah menandatangani sejumlah nota kesepahaman di sela COP30 di Belém, Brasil. Salah satunya ialah Letter of Intent antara Kementerian Lingkungan Hidup dan The Royal Foundation of The Prince and Princess of Wales, yang mencakup penguatan konservasi keanekaragaman hayati, pembangunan berkelanjutan, pencegahan perdagangan ilegal satwa liar, serta pemberantasan kejahatan lingkungan.
Pemerintah juga menandatangani MoU dengan Kementerian Energi dan Iklim Inggris untuk memperdalam kerja sama mitigasi-adaptasi perubahan iklim, tata kelola karbon, serta percepatan pembangunan rendah karbon.
Pada COP30, Indonesia juga meluncurkan Peta Jalan dan Panduan Aksi Ekosistem Karbon Biru, yang dirancang untuk memperkuat perlindungan, pemulihan, dan pengelolaan pesisir dalam mendukung ekonomi kelautan rendah karbon dan tahan iklim.
Hanif menegaskan bahwa rangkaian kerja sama tersebut memperkuat langkah Indonesia dalam memenuhi mandat iklim internasional, termasuk penyampaian Second Nationally Determined Contribution (NDC) dan Rencana Adaptasi Nasional kepada Sekretariat UNFCCC.
Menurutnya, komitmen itu menunjukkan bahwa pengembangan pasar karbon dan tata kelola nilai ekonomi karbon di Indonesia berjalan dengan fondasi yang kuat. “Indonesia tidak tergopoh-gopoh. Kami percaya diri karena membangunnya di atas fondasi yang kokoh,” ujarnya.
Hanif menekankan bahwa strategi penguatan kredibilitas pasar karbon dan biodiversity credit tidak bisa ditempuh secara instan. “Kredibilitas tidak dibangun dalam satu-dua kalimat atau satu-dua tahun. Itu membutuhkan bukti dan rekam jejak,” katanya.
Ia menambahkan bukti terbangunnya kredibilitas dan tata kelola karbon nasional bisa dilihat dari adanya kerja sama MRA dengan skema karbon global, untuk menyambut implementasi penuh Pasal 6 Perjanjian Paris yang mewajibkan otorisasi negara asal kredit. “Ini merupakan langkah-langkah diplomasi yang sedang kami bangun,” ujarnya. ***


