Ecobiz.asia — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mempercepat transformasi digital informasi kawasan hutan sebagai bagian dari upaya membangun tata kelola kehutanan yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Direktur Pengukuhan Kawasan Hutan Donny August Satriayudha D.H. mengatakan, langkah ini menjadi jawaban atas tantangan pengelolaan data kehutanan yang selama ini tersebar di berbagai instansi dan belum sepenuhnya terintegrasi.
“Transformasi digital ini bertujuan menyediakan data kawasan hutan yang komprehensif, akurat, mutakhir, dan mudah diakses publik, sehingga masyarakat dapat memahami batas, fungsi, dan status kawasan hutan secara transparan,” ujar Donny, Jumat (10/10/2025).
Selama lebih dari empat dekade, kegiatan pengukuhan kawasan hutan dilakukan menggunakan teknologi pemetaan berbeda-beda sesuai perkembangan. Perbedaan metode di setiap periode menyebabkan variasi akurasi data, yang kerap memicu konflik tenurial, tumpang tindih batas kawasan, serta rendahnya kepercayaan publik terhadap informasi kehutanan.
Kemenhut kini menyiapkan sistem informasi digital yang inklusif dan responsif, yang akan mengintegrasikan seluruh data kawasan hutan ke dalam satu platform nasional sesuai kebijakan One Map Policy dan Satu Data Indonesia.
Sistem ini dirancang dengan prinsip interoperabilitas dan keterbukaan agar dapat diakses lintas lembaga dan mendukung kolaborasi data spasial.
Platform tersebut tidak hanya menampilkan batas dan fungsi kawasan, tetapi juga menyajikan database kronologis yang merekam perubahan status dan fungsi kawasan dari waktu ke waktu. Data ini akan menjadi dasar penting bagi pengambilan keputusan berbasis bukti dan perencanaan pembangunan yang lebih tepat sasaran.
“Kami ingin memastikan bahwa data kawasan hutan tidak hanya tersimpan, tetapi benar-benar dimanfaatkan untuk penyelesaian konflik, perencanaan pembangunan, dan peningkatan partisipasi masyarakat,” tambah Donny.
Tahapan transformasi digital dimulai dengan penyeragaman data, pengembangan fitur sistem informasi kawasan hutan, dan integrasi data dengan Kementerian ATR/BPN serta pemerintah daerah. Pada tahap berikutnya, sistem akan direplikasi ke 22 Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) dan terhubung dengan Geoportal Nasional.
Transformasi ini diharapkan meningkatkan efisiensi tata kelola, mempercepat penyelesaian konflik kawasan, serta memperkuat kepercayaan publik dan investor terhadap data kehutanan nasional.
“Dengan keterbukaan dan kolaborasi data, kita sedang membangun pondasi baru bagi pengelolaan kawasan hutan yang adaptif, berkeadilan, dan berkelanjutan,” pungkas Donny. ***