Ecobiz.asia — Penguatan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) menjadi fondasi utama untuk memastikan setiap aktivitas pengurangan emisi di Indonesia tercatat, terverifikasi, dan dapat ditelusuri secara transparan serta berintegritas tinggi.
Berbekal SRN PPI yang kuat, Indonesia mempertegas posisinya sebagai pemain utama dalam pasar karbon global.
Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon (PPITKNEK) Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendali Lingkungan Hidup Ary Sudijanto menegaskan, penguatan SRN PPI yang menjadi tulang punggung skema Sertifikat Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI) menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam membangun tata kelola karbon yang kredibel dan berdaya saing.
“SRN PPI yang lebih kuat ini memastikan setiap aksi dan kontribusi dari seluruh pihak dapat tercatat, terverifikasi, dan ditelusuri dengan jelas. Inilah wujud nyata komitmen Indonesia terhadap tata kelola iklim yang transparan dan akuntabel,” ujar Ary, Selasa (7/10/2025).
Versi terbaru SRN PPI kini dilengkapi fitur visualisasi data aksi, emisi, dan unit karbon yang lebih transparan, proses verifikasi yang lebih terukur, serta sistem pelaporan yang memenuhi format UNFCCC.
SRN juga menjadi platform nasional untuk pencatatan aktivitas sesuai Pasal 5 dan Pasal 6 Perjanjian Paris, mencakup perdagangan emisi, offsetting, serta skema pembayaran berbasis hasil (RBP) REDD+.
SRN PPI juga terus memperoleh pengakuan global. Hal itu ditandai dengan telah ditandatanganinya empat Persetujuan Saling Pengakuan (mutual recognition agreement/MRA) SPEI dengan empat lembaga pengembang standar karbon global yaitu Verra, Global Carbon Council, Plan Vivo, dan Gold Standard, serta Letter of Intent dengan Puro Earth.
Salah satu tonggak pentingnya adalah peluncuran panduan nasional bagi pengembang proyek karbon yang akan melakukan sertifikasi melalui skema Gold Standard for Global Goals (GS4GG).
Selain itu, KLH/BPLH juga membangun konektivitas data antara SRN PPI dan JCM Registry sebagai tindak lanjut kerja sama bilateral Pasal 6.2 Perjanjian Paris antara Indonesia dan Jepang. Integrasi ini akan memperkuat implementasi MRA antara Sertifikat Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI) dan Joint Crediting Mechanism (JCM), yang telah menerima usulan dari 62 project proponent.
Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa integritas karbon menjadi prioritas utama. Melalui sistem Measurement, Reporting, and Verification (MRV) yang terintegrasi di SRN, setiap proyek mitigasi wajib memenuhi standar transparansi dan akuntabilitas yang tinggi untuk mencegah kecurangan.
Hanif menegaskan langkah ini sebagai bagian penting dari upaya nasional memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon global.
“Keunggulan kompetitif hanya bisa dibangun lewat pasar karbon yang inklusif, transparan, dan robust. Penguatan SRN PPI dan panduan seperti dari Gold Standard menjadi kunci agar Indonesia mampu menghasilkan kredit karbon berintegritas tinggi,” ujarnya.
Hanif menambahkan, penerapan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) akan terus dikembangkan, baik dari pendekatan berbasis alam seperti FOLU Net Sink 2030 maupun pendekatan berbasis teknologi. “Kita ingin memastikan bahwa potensi ekonomi karbon benar-benar memberikan manfaat bagi pembangunan berkelanjutan sekaligus kontribusi nyata terhadap pengurangan emisi global,” pungkasnya. ***