Ecobiz.asia – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan keprihatinan mendalam atas pengetatan pasokan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang memicu keluhan serius pelaku industri pengguna energi besar.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengungkapkan, pihaknya menerima banyak laporan dari pelaku usaha yang terdampak langsung kebijakan tersebut.
“Ini masalah klasik yang berulang. HGBT adalah keputusan Presiden yang menetapkan harga 6,5 dolar AS per MMBtu berikut keberlanjutan pasokannya. Tidak seharusnya ada pihak yang menaikkan harga di atas ketetapan Presiden atau membatasi pasokannya,” tegas Febri di Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Ia mencontohkan, tarif gas yang dikenakan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) bisa mencapai 16,77 dolar AS per MMBtu. Kenaikan harga dan pengetatan pasokan ini, menurut Febri, memberatkan sektor padat energi seperti industri keramik, kaca, baja, pupuk, petrokimia, dan oleokimia.
Data Kemenperin mencatat, industri keramik nasional pada semester I-2025 baru mencapai utilisasi 70–71 persen. Pengetatan pasokan HGBT menjadi hanya 48 persen dari kebutuhan berpotensi menurunkan kembali capaian tersebut, termasuk mengganggu suplai pupuk dalam program swasembada pangan Presiden Prabowo.
Saat ini kebutuhan gas industri mencapai 2.700 MMSCFD, sedangkan volume HGBT yang tersedia hanya 1.600 MMSCFD. Dari jumlah itu, sekitar 900 MMSCFD atau 50 persen dialokasikan untuk BUMN seperti PLN dan Pupuk Indonesia.
“Porsi industri swasta semakin kecil, risikonya kapasitas produksi turun, efisiensi terganggu, dan PHK massal tidak terhindarkan,” kata Febri.
Kemenperin memperkirakan 134.794 pekerja bergantung pada keberlanjutan pasokan HGBT. Jika pasokan diketatkan menjadi 48 persen, mayoritas pekerja ini terancam kehilangan pekerjaan.
Rinciannya meliputi industri pupuk (10.420 orang), petrokimia (23.006), oleokimia (12.288), baja (31.434), keramik (43.058), kaca (12.928), dan sarung tangan karet (1.660).
“Angka ini adalah alarm serius. Kebijakan pasokan gas harus mempertimbangkan keberlangsungan usaha dan kesejahteraan ratusan ribu keluarga,” tegas Febri.
Ia meminta koordinasi lintas kementerian segera dilakukan untuk memastikan pasokan HGBT yang adil dan merata, menjaga daya saing industri nasional, serta melindungi kontribusi manufaktur terhadap PDB nonmigas dan penyerapan tenaga kerja. ***