MORE ARTICLES

Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan, Cara Indonesia Cegah Double Counting dan Double Claim

MORE ARTICLES

Ecobiz.asia – Penyelenggaraan perdagangan karbon di Indonesia bertujuan untuk mendukung aksi mitigasi perubahan iklim dan tercapainya target pengurangan emisi gas rumah kaca seperti yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).

Dalam pelaksanaannya, Indonesia mengembangkan tata cara yang bertujuan untuk mencegah terjadinya double counting dan double claim kredit karbon.

Analis Kebijakan Ahli Utama Bidang Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup yang juga Lead Negotiator Indonesia untuk Perdagangan Karbon pada COP UNFCCC Dr. Joko Prihatno menegaskan pentingnya tata kelola perdagangan karbon yang efektif untuk mendukung pencapaian Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) serta Folu Net Sink 2030.

Baca juga: Perdagangan Karbon Kehutanan, MRA dengan Verra, Gold Standard Rampung Mei 2025

Menurut Joko, perdagangan karbon di sektor kehutanan didasarkan pada berbagai regulasi nasional, termasuk Peraturan Presiden (Perpres) No. 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 7 Tahun 2023 yang mengatur tata cara perdagangan karbon di sektor kehutanan. 

“Implementasi skema perdagangan karbon yang efektif di sektor kehutanan akan membantu Indonesia memenuhi target penyerapan emisi karbon,” ujar Joko pada Webinar bertajuk Akselerasi Perdagangan Karbon Kehutanan Dalam dan Luar Negeri yang diselenggarakan Ecobiz.asia dan Petromindo.com, Selasa (18/3/2025).

Turut hadir sebagai pembicara pada webinar tersebut, CEO TruCarbon Debby Reynata. 

Sejumlah regulasi telah disiapkan untuk mempercepat pelaksanaan perdagangan karbon, termasuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 14 Tahun 2023 tentang perdagangan karbon melalui bursa karbon. 

Baca juga: Nilai Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan Diproyeksi Hingga Rp3,2 Triliun Tahun Ini, Menhut: Segera Diresmikan

Dalam paparannya, Joko menjelaskan bahwa perdagangan karbon dapat dilakukan melalui dua skema utama, yaitu perdagangan domestik dan kerja sama internasional. 

Menurut Joko perdagangan karbon domestik maupun luar negeri dilakukan dengan pencatatan di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI). 

Untuk perdagangan karbon luar ngeri dilakukan setelah mendapat otorisasi dari Menteri Lingkungan Hidup. Selain itu dilakukan Corresponding Adjustment. “Untuk menghindari double counting, double claim,” kata Joko.

Read also:  ICVCM Tetapkan Program ERS sebagai Standar Karbon Berintegritas Tinggi

Joko juga mengungkapkan bahwa sektor kehutanan memiliki potensi besar dalam perdagangan karbon karena luasnya kawasan hutan yang dapat dikelola untuk penyerapan emisi. Kawasan yang berpotensi masuk dalam skema ini mencakup hutan produksi, hutan lindung, hutan adat, serta ekosistem gambut dan mangrove.

Dia menjelaskan sebagai bagian dari strategi ke depan, pemerintah akan terus memperkuat regulasi dan sistem tata kelola perdagangan karbon. 

Baca juga: Sertifikat Karbon PLN IP Penuhi Standar Internasional, Dukung Pebisnis Penetrasi ke Pasar Global

Salah satu langkah konkret yang tengah dilakukan adalah penguatan SRN PPI dan integrasi perdagangan karbon dalam kebijakan iklim nasional.

Joko menegaskan bahwa keberhasilan perdagangan karbon sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. 

“Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi aktif dalam perdagangan karbon guna mendukung pencapaian target iklim nasional serta mendorong investasi hijau di Indonesia,” kata dia. 

***

TOP STORIES

MORE ARTICLES

Dorong Investasi Energi Hijau, Menko Airlangga Ajak Temasek Perluas Portofolio di Indonesia

Menko Airlangga juga menekankan pentingnya kolaborasi lebih lanjut dalam pengembangan energi hijau. Ia mendukung proyek Temasek melalui Sembcorp Urban yang pada awal 2025 memulai pembangunan kawasan industri hijau di Jawa Barat, Tanjung Sauh, dan Tembesi, Batam.

BRIN Gandeng Universitas Waseda Jepang Kembangkan Basis Data Jejak Karbon

Ecobiz.asia - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggandeng Universitas Waseda Jepang untuk mengembangkan basis data jejak karbon guna memperkuat kebijakan mitigasi perubahan iklim...

KLH/BPLH Segel PT Xin Yuan Steel Indonesia karena Cemari Udara dan Timbun Limbah Ilegal

Ecobiz.asia — Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menyegel dan menghentikan operasional tungku pembakaran milik PT Xin Yuan Steel Indonesia di Balaraja, Kabupaten...

PLN Nusantara Power Ambil Alih Penuh PLTMG Nias, Perkuat Keandalan Listrik di Kepulauan

Ecobiz.asia — PLN Nusantara Power (PLN NP) resmi mengambil alih penuh pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Nias berkapasitas 25 megawatt (MW), mempertegas...

Belajar dari Brasil, Bahlil Mau Tebu di Merauke Jadi Ethanol Saja

Ecobiz.asia — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan optimalisasi perkebunan tebu di Merauke untuk bahan baku ethanol. Inspirasi datang dari model...