Ecobiz.asia – Skema perhutanan sosial dinilai memiliki peluang besar untuk masuk ke bisnis perdagangan karbon.
Penasihat Utama Menteri Kehutanan, Silverius Oscar Unggul, mengatakan hutan tidak hanya berfungsi sebagai penopang ekologi, tetapi juga dapat memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat desa jika dikelola dengan baik.
“Orang berpikir bagaimana caranya upaya kita bersama-sama untuk menarik CO2. Banyak caranya, menanam pohon lebih banyak, menjaga hutan tetap lestari, dan lain-lain. Itulah caranya,” ujar Silverius dalam acara Kick off: Pengenalan Potensi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Perhutanan Sosial di Bandar Lampung, Jumat (29/8/2025).
Silverius menjelaskan ada dua prinsip penting dalam bisnis karbon, yakni additionality (nilai tambah) dan permanensi.
Additionality berarti hanya penyerapan karbon tambahan yang dapat diperjualbelikan, bukan seluruh kapasitas hutan yang sudah ada.
“Misalnya hutan sudah menyerap 1 juta ton karbon. Lalu ada tanah terbuka yang ditanami pohon dan penyerapan naik menjadi 1,2 juta ton. Maka yang bisa dijual adalah tambahan 200 ribu ton itu, bukan seluruhnya,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa upaya pencegahan kerusakan hutan juga dapat menjadi nilai tambah.
“Kalau hutan berpotensi kehilangan 400 ribu ton daya serap akibat sawit, tambang, atau illegal logging, lalu upaya masyarakat mencegah itu, maka 400 ribu ton yang terselamatkan bisa dihitung sebagai tambahan yang bisa dijual,” ujarnya.
Selain itu, permanensi menjadi syarat agar proyek karbon diakui secara internasional. Masyarakat harus menjamin bahwa tambahan serapan karbon bisa bertahan jangka panjang.
“Organisasi yang kuat, koperasi yang solid, akan menjadi poin penting untuk menjamin permanensi hingga 20 tahun,” kata Silverius.
Ia menekankan bahwa dengan pemenuhan prinsip-prinsip tersebut, perhutanan sosial berpotensi menjadi pemain penting dalam perdagangan karbon global.
“Kalau saatnya sudah ada, maka peluang perhutanan sosial ini berbisnis atau memperoleh hasil dari nilai ekonomi karbon akan semakin baik,” tutupnya.
Saat Kick off: Pengenalan Potensi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Perhutanan Sosial itu juga dilaksanakan penandatangan nota kesepahaman antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memperkuat sinergi antara sektor keuangan dan kehutanan, dengan fokus pada pengembangan potensi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) di kawasan perhutanan sosial.
Nota kesepahaman ditandatangani oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni. ***