Ecobiz.asia – Direktur Koaksi Indonesia, Indra Sari Wardhani, menegaskan pentingnya memperhatikan aspek sosial dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Menurutnya, tantangan terbesar pengembangan panas bumi di Indonesia bukan semata teknis, melainkan sosial, yang kerap memicu konflik dengan masyarakat sekitar lokasi proyek.
“Sering kali risiko sosial dirasakan lebih dulu sebelum manfaat ekonomi dan energi dirasakan masyarakat. Ini yang membuat proyek panas bumi rentan mendapat penolakan,” kata Indra dalam seminar daring yang digelar Pusat Studi Energi Terbarukan Indonesia (ICRES), Jumat (1/8/2025).
Ia menjelaskan, potensi panas bumi Indonesia yang terbesar di dunia harus diimbangi dengan pendekatan partisipatif. Pelibatan masyarakat sejak tahap eksplorasi dinilai krusial untuk meminimalkan konflik.
“Konsultasi yang bermakna, transparansi informasi, dan analisis dampak sosial-lingkungan yang serius harus menjadi bagian utama dari setiap proyek,” ujarnya.
Indra menilai banyak proyek gagal karena minim komunikasi, keterlibatan masyarakat, hingga respons lambat terhadap kecelakaan atau dampak lingkungan.
“Kisah kegagalan di satu lokasi bisa memicu ketidakpercayaan di wilayah lain,” katanya.
Koaksi Indonesia mencatat, PLTP berpotensi menciptakan 69 ribu lapangan kerja hijau, meningkatkan infrastruktur daerah terpencil, hingga membuka akses listrik bersih.
Namun, semua manfaat ini hanya bisa terwujud jika perusahaan dan pemerintah memperhatikan nilai sosial budaya lokal, prinsip kehati-hatian, serta standar keselamatan kerja yang ketat.
Ia juga menyinggung trauma masyarakat terhadap kasus semburan lumpur Lapindo yang membuat isu keselamatan pengeboran panas bumi sangat sensitif. “Kehati-hatian teknis harus diiringi kepekaan sosial. Perusahaan perlu mengakui hak-hak masyarakat adat dan membangun rasa memiliki terhadap proyek,” ujar Indra.
Menurutnya, keberhasilan proyek panas bumi membutuhkan perencanaan adaptif yang memadukan aspek teknis, sosial, budaya, dan lingkungan. “Tanpa pendekatan ini, konflik sosial akan terus menjadi hambatan utama bagi energi bersih di Indonesia,” tegasnya. ***