Ecobiz.asia – Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mendorong implementasi kesepakatan kerja sama perdagangan karbon Indonesia–Jepang yang telah terjalin melalui Mutual Recognition Arrangement (MRA) Sertifikat Penurunan Emisi Indonesia (SPEI)–Joint Crediting Mechanism (JCM) Jepang.
Menteri Hanif menyatakan, implementasi MRA SPEI–JCM menjadi langkah krusial dalam operasionalisasi perdagangan karbon di bawah skema Pasal 6 Persetujuan Paris.
“Segera rumuskan operasional dari MRA antara SPEI dengan JCM Jepang sehingga proyek-proyek proponent yang sudah terbangun bisa segera dikeluarkan sertifikat karbonnya,” kata Menteri Hanif saat Rapat Pembahasan Tindak Lanjut Implementasi MRA SPEI–JCM di Jakarta, Kamis (18/9/2025).
MRA SPEI–JCM diluncurkan pada 12 November 2024 saat penyelenggaraan konferensi perubahan iklim COP29 di Baku, Azerbaijan. Berdasarkan MRA, kedua negara akan saling mengakui sistem kredit karbon masing-masing, yakni SPE Indonesia dan JCM Jepang.
Menteri Hanif berharap, implementasi MRA dapat segera diwujudkan sehingga sertifikat karbon yang diterbitkan bisa dipublikasikan saat COP30 di Belém, Brasil, November 2025.
Saat ini terdapat 60 proyek JCM di Indonesia yang potensial untuk diterbitkan sertifikat karbonnya dengan beragam aktivitas, termasuk pengelolaan sampah, energi terbarukan, transportasi, hingga kehutanan.
“Ini (proyek JCM) yang kemudian sedang kita siapkan untuk diterbitkan sertifikatnya setelah selesai proses MRA,” ujar Hanif.
Beberapa hal penting yang saat ini dibahas untuk merumuskan operasional MRA Indonesia–Jepang di tingkat teknis adalah pengukuran penurunan emisi beserta metodologinya, pelaporan termasuk sistem registri, serta mekanisme verifikasi.
Selain dengan Jepang, Indonesia juga telah menjalin kerja sama bilateral dengan pemerintah Norwegia melalui Norwegian Article 6 Climate Action Fund (NACA) senilai 12 juta ton CO₂eq untuk periode 2026–2035, serta membuka peluang kerja sama dengan Inggris, Swedia, Denmark, dan Finlandia.
Di sisi lain, Indonesia aktif menjajaki pengakuan bersama dengan lembaga internasional seperti Gold Standard, Plan Vivo, Global Carbon Council (GCC), Verra, hingga Puro Earth.
Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH, Ary Sudijanto, menambahkan bahwa MRA memiliki peran strategis dalam memperkuat pasar karbon Indonesia.
“MRA bertujuan meningkatkan kepercayaan dalam hasil akreditasi, meningkatkan volume perdagangan, memfasilitasi kerja sama karbon internasional, dan meminimalkan hambatan pasar,” jelasnya. ****