Ecobiz.asia — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menargetkan program pengembangan agroforestri mampu menciptakan 1 juta lapangan kerja hijau (green jobs) sekaligus memperkuat pengelolaan hutan lestari di area perhutanan sosial.
Target ini berada di luar serapan tenaga kerja yang sudah ada di areal perhutanan sosial seluas 8,3 juta hektare, yang rata-rata menyerap tiga pekerja per hektare.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengatakan, agroforestri yang dikembangkan bersama Kementerian Ketenagakerjaan bukan hanya membuka lapangan kerja baru, tetapi juga mendorong kelestarian lingkungan.
“Dengan peta indikatif dan kerja sama ini, insya Allah minimum kita bisa menciptakan lebih kurang 1 juta tenaga kerja hijau. Green job ini bukan sekadar pekerjaan, tetapi pekerjaan yang berorientasi pada kelestarian hutan dan lingkungan hidup yang baik,” ujar Raja Juli saat membuka Pelatihan Agroforestri batch III di Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Bandung Barat, Selasa (9/9/2025).
Pelatihan batch III ini diikuti 388 peserta dari lulusan SMK Kehutanan, pemuda desa, dan warga dari Serang, Medan, Padang, Majalengka, serta Kabupaten Bandung Barat.
Acara pembukaan turut dihadiri Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dan Wakil Menteri Kehutanan Sulaiman Umar.
Raja Juli menjelaskan, agroforestri merupakan praktik lokal tumpangsari yang kini dikenal sebagai integrated farming.
Sistem ini memadukan pepohonan hutan dengan pertanian dan peternakan sehingga menghasilkan manfaat jangka panjang maupun jangka pendek, baik berupa kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK), maupun produk pertanian.
Ia menegaskan pemerintah akan memastikan keberlanjutan program melalui dukungan bibit produktif, peralatan, dan skema pasar (off-taker).
“Kami punya perhutanan sosial dan memberikan hak akses kepada kelompok tani hutan untuk mengelola hutan secara lestari. Sinergi ini kalau disimpulkan menjadi tagline: dengan agroforestri, hutan lestari dan tenaga kerja kita bersemi,” kata Raja Juli.
Selain membuka lapangan kerja, agroforestri juga diproyeksikan mendukung mekanisme perdagangan karbon yang sedang dipersiapkan pemerintah. Dengan begitu, kelompok tani hutan dapat memperoleh nilai tambah dari pengelolaan hutan berkelanjutan, sekaligus memperkuat kontribusi terhadap target penurunan emisi nasional. ***